Hukum perkawinan adat di Indonesia masih memiliki eksistensi yang signifikan, meskipun berada di bawah tekanan unifikasi hukum nasional melalui Undang-Undang Perkawinan. Ketegangan antara hukum adat yang bersifat lokal dan fleksibel dengan hukum nasional yang lebih universal menciptakan dinamika yang kompleks, terutama dalam konteks adaptasi dan resistensi masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif-empiris, di mana data sekunder diperoleh melalui studi literatur peraturan perundang-undangan dan penelitian terdahulu, sementara data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pelaku hukum adat dan masyarakat lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum perkawinan adat tetap dipertahankan oleh masyarakat adat, terutama di Bali, Sumatera Barat, dan Kalimantan, meskipun di beberapa aspek terdapat penyesuaian terhadap aturan hukum nasional, seperti dalam pencatatan perkawinan dan perlindungan hak-hak perempuan. Di sisi lain, ditemukan adanya resistensi di beberapa daerah ketika hukum nasional dianggap bertentangan dengan norma adat yang sudah lama berlaku. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya kebijakan hukum yang lebih inklusif dan responsif terhadap pluralisme hukum di Indonesia, yang dapat mengakomodasi keberagaman tradisi lokal tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan sosial yang dijamin oleh hukum nasional.