Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

ANALISIS REGULASI KEBIJAKAN PASAR MODAL DI INDONESIA PASCA PANDEMI COVID-19 Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 20 No 1 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:1:2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v20i1.96

Abstract

Pandemi Covid- 19 telah berdampak pada terpuruknya perekonomian secara global di seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Kondisi ini pun berpengaruh pada keberlangsungan investasi di pasar modal. Emiten banyak yang menjual sahamnya dengan nilai rendah, kepercayaan investor terhadap pasar modal berkurang. Atas kondisi demikian perlu diterbitkan kebijakan agar perekonomian Indonesia tidak memburuk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak pandemi Covid -19 terhadap pasar modal dan regulasi/kebijakan apa saja yang telah digulirkan pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan. Metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan di atas, metode pendekatan yuridis normative untuk menemukan hukum in concreto dalam penanganan krisis ekonomi akibat pandemi, spesifikasi penelitiannya deskriptif analitis, tahap penelitian yang digunakan library research dengan menggunakan tehnik pengumpulan data studi dokumen, serta analisisnya berdasarkan yuridis kualitatif, yang bertitik tolak dari peraturan yang relevan dengan investasi di pasar modal dan data yang telah diperoleh kemudian dituangkan secara narasi. Hasil penelitian diperoleh bahwa pandemi covid 19 telah berdampak pada pasar modal Indonesia yang mengalami penurunan, namun pandemi juga membawa dampak positif yaitu adanya transformasi digital oleh masyarakat sehingga investor mengalami kenaikan 26 persen. Pemerintah telah menerbitkan 3 Peraturan OJK yang terkait stimulus relaksasi bagi pelaku industri, melakukan pelarangan short selling dan membolehkan buyback tanpa RUPS, serta kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen pelaporan dengan SPRINT.
PERAN DAN FUNGSI PASAR MODAL DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN INDONESIA Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2015): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIV:1:2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan di pasar modal begitu marak dan complicated, maka sangat membutuhkan hukum yang mengaturnya agar kegiatan di pasar modal menjadi teratur dan adil.Berkaitan dengan masalah perkembangan perekonomian, perbaikan struktur permodalan dunia usaha merupakan keharusan dalam rangka memperkokoh daya saing perusahaan dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Di sisi lain ketersediaan perangkat hukum yang memadai belum merupakan jaminan bagi terwujudnya perlindungan terhadap investor dan masyarakat. Apabila perangkat hukum itu tidak diterapkan dan ditegakan maka peranan pasar modal sebagai pendukung perekonomian dan pembangunan nasional tidak akan tercapai.
TANGGUNG JAWAB UNDERWRITER DALAM PENJAMINAN EMISI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 2 (2015): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIV:2:2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian Penjaminan emisi merupakan salah satu kegiatan dalam rangka penawaran umum yang dilakukan oleh emiten. Kegiatan ini melibatkan underwriter,dimana pihak penjamin emisi/ underwriter akan bekerja berdasarkan komitmen yang telah disepakati oleh emiten.Adakalanya dalam kegiatan ini pihak emiten tidak melibatkan penjamin emisi dalam menawarkan efeknya, dengan alasan jumlah yang ditawarkan sedikit, dan emiten tersebut menugaskan karyawannya.Masalah lain yang dapat timbul, yaitu apabila pihak underwriter/penjamin emisi tidak melaksanakan komitmennya. Menurut UUPM, Underwriter hanya membantu emiten untuk menjualkan efeknya dalam rangka penawaran umum berdasarkan komitmen yang disepakati, dan pernyataan pendaftaran emiten telah efektif.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PELAYANAN RUMAH SAKIT SWASTA Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 1 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:1:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan dunia medis menuntut peranan rumah sakit dalam menunjang kesehatan masyarakat bekerja secara profesional. Maju mundurnya rumah sakit ditentukan oleh keberhasilan dari pihak- pihak yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya.Pihak rumah sakit dituntut mampu memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada pasien. Hubungan pasien dengan rumah sakit merupakan hubungan keperdataan, dimana apabila salah satu pihak melakukan kesalahan atau kelalaian , maka pihak yang lain (korban) dapat mengajukan tuntutan ganti rugi. Perlindungan hukum terhadap pasien dituangkan dalam beberapa ketentuan yuridis, yaitu UU Perlindungan Konsumen, UU Kesehatan , UU Rumah Sakit, dan UU Praktik Kedokteran.
Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Perusakan Berkas Dokumen Milik Negara dan Tanggungjawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Berdasarkan Pasal 406 KUHP tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang dan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen Adinda Puspitasari Juanda; Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 2 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:2:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v16i2.45

Abstract

Penghancuran, pengrusakan barang dan pemalsuan dokumen merupakan salah satu perbuatan pidana yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terjadi kasus yang menimbulkan kerusakan dokumen, yaitu kasus pembuangan 148 Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dilakukan oleh oknum kurir jasa pengiriman barang (JNE) dan Hilangnya Paket Dokumen Penting Milik Konsumen oleh Jasa Pengiriman Barang Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). Tindakan pengrusakan terhadap barang merupakan salah satu bentuk dari pelanggaran hukum, dimana diatur pada Pasal 406 ayat (1) KUHP dan Pasal 263 KUHP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi terhadap Pelaku perusakan berkas dokumen milik negara dan bagaimana tanggung jawab pidana oleh Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (JNE) terhadap konsumen atas perusakan berkas dokumen milik negara.Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif analistis. Data penelitian meliputi data primer, data sekunder, data tersier, bahan hokum primer, bahan hokum sekunder dan bahan hokum tersier. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan, studi lapangan: wawancara, observasi, dan studi dokumen (bahan pustaka). Lokasi penelitian dilakukan di PT Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). Analisis data menggunakan analisis data kualitatif normatif dengan model interaktif. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa Penerapan sanksi terhadap pelaku perusakan berkas dokumen milik negara, pelaku yang terbukti bersalah dapat dikenakan Pasal 406 KUHP tentang menghancurkan atau merusakan barang dan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen disertai dengan fakta-fakta hukum baik melalui keterangan pelaku, saksi maupun alat-alat bukti. Tanggung jawab Pidana pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan hukuman sebagaimana tercantum dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 62 ayat (2) memiliki ancaman pidana paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 -Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Hal ini karena kerusakan barang terjadi akibat kelalaian yang dilakukan oleh karyawan JNE sendiri saat barang itu diterima untuk di kirimkan ke tempat tujuan, serta proses penanganan, dan proses pengiriman yang dilakukannya kurang hati-hati sehingga menimbulkan akibat kerusakan pada barang milik konsumen tersebut.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual dan Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Rian Firmansyah; Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 3 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:3:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v16i3.52

Abstract

Anak merupakan karunia dan amanah yang dititipkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penerus bangsa yang harus dapat memperoleh dan menikmati hak-haknya tanpa terkecuali guna membantu tumbuh kembangnya agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berguna dan dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, namun pada kenyataannya, tidak semua anak memperoleh menikmati hak-haknya secara penuh. Hal ini disebabkan oleh banyaknya anak yang dijadikan korban eksploitasi seksual dan perdagangan orang. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual di Indonesia serta bagaimana penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap anak korban eksploitasi seksual dan perdagangan orang di Indonesia. Metode pendekatan yang akan digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode yuridis empiris yaitu pendekatan dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum sekunder dengan data primer yang diperoleh dari lapangan. Spesifikasi penulisan dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis, yaitu dengan cara meneliti data sekunder dan penelitian lapangan, yang kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif yang menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian diketahui bahwa perlindungan hukum bagi anak korban eksploitasi seksual diperlukannya fasilitas terapi dan rehabilitasi kesehatan guna memulihkan dirinya dari dampak kejahatan seksual yang menimpa korban, kerusakan psikologi, segi sosial, kerusakan fisik yang menimbulkan cedera dan infeksi. Selain itu penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap anak korban eksploitasi seksual dan perdagangan orang, berupa perubahan atau perbaikan yang direkomendasikan dari pihak kepolisian sedangkan tugas pokok dan fungsi dari instansi Pemerintah Daerah perlu memaksimalkan pelayanannya kepada korban tidak hanya saat korban dipulangkan tapi perlu pendampingan lanjutan dalam perkara perdagangan anak juga Pemerintah Daerah perlu mengalokasikan dana untuk penanganan korban seperti penyediaan rumah aman, rehabilitasi, dan pemulangan.
Produk Impor Yang Tidak Memiliki Label Halal Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 17 No 1 (2018): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVII:1:2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v17i1.57

Abstract

Produk impor saat ini sudah semakin berkembang dan menjadi kebutuhan masyarakat mulai dari pangan, kosmetik, sampai obat-obatan. Banyaknya produk impor yang menarik perhatian konsumen ini disebabkan karena kemajuan teknologi yang pesat serta mudah untuk diakses oleh masyarakat. Namun keberadaan produk impor juga tidak terlepas dari ketidakadaan label halal yang tercantum pada suatu produk, ini menjadi perhatian karena masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Tentu hal ini menjadi perhatian masyarakat selaku konsumen yang akan menggunakan ataupun mengkonsumsi produk impor, baik untuk konsumen yang muslim maupun nonmuslim, karena permasalahan halal saat ini bukan hanya berhubungan dengan muslim. Maka yang perlu diperhatikan ialah bagaimana perlindungan dan kepastian hukum terhadap konsumen serta pengawasan terhadap produk impor yang tidak memiliki label halal. Karena dalam Pasal 4 UUJPH menyebutkan produk yang diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Perlindungan sebagai bentuk jaminan hukum terhadap masyarakat selaku konsumen dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat secara aktif agar selalu berhati-hati dalam memilih produk impor. Serta memberikan edukasi agar masyarakat mengetahui ciri-ciri produk impor yang telah melalui proses pengujian sertifikasi, baik melalui lembaga yang terlibat maupun menggunakan media sosial yang memberi dampak signifikan. Berupaya untuk melakukan penindakan terhadap pelaku usaha agar senantiasa bertanggung jawab atas produknya. Dan yang paling penting ialah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum dalam melaksanakan sistem jaminan halal. Pengawasan terhadap keberadaan produk impor dilakukan dengan standarisasi produk secara internasional agar memudahkan dalam kerjasama internasional, serta melakukan pembaruan sertifikat termasuk pengujian kembali proses produk halal kepada pelaku usaha untuk menjaga konsistensi kehalalan produknya untuk mencegah perubahan proses produk halal. Juga ketentuan mengenai keharusan mencantumkan keterangan tidak halal harus dipertegas agar dapat dilaksanakan, seluruh bentuk pengawasan ini tentu akan berjalan dengan maksimal jika negara turut serta mendukung pengawasan sistem produk halal.
Pengalihan Kepemilikan Saham Secara Melawan Hukum dalam Transaksi Repurchase Agreement (REPO) Annisa Rahmawati; Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 18 No 1 (2019): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVIII:1:2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v18i1.63

Abstract

Investasi merupakan salah satu sumber dan modal yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi suatu negara. Investasi yang dimaksud yaitu di bidang pasar modal, dan salah satu bentuk transaksi yang banyak diminati oleh para pelaku pasar modal adalah transaksi Repurchase Agreement (repo). Repurchase Agreement (repo) adalah transaksi jual beli efek antara dua belah pihak yang didasari dengan adanya suatu perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukanakan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu yang telah disepakati. Permasalahan dalam transaksi repo muncul salah satunya ketika pembeli awal mengalihkan kembali hak kepemilikan atas efek tersebut kepada pihak ketiga (re-repo) sehingga tidak dapat melakukan kewajibannya untuk menjual kembali efek tersebut kepada penjual awal dalam jangka waktu yang telah disepakati dan menyebabkan kerugian pada pihak penjual. Permasalahan yang diteliti adalah mengenai mekanisme dan status atas kepemilikan saham yang menjadi objek dalam transaksi repo serta bagaimana akibat dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan jika terjadi peristiwa kegagalan pada saat jatuh tempo pembelian kembali. Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan yang menunjukan bahwa pihak pembeli merupakan pihak yang berkedudukan sebagai pemilik atas saham yang menjadi objek dalam transaksi repo dan dapat mengalihkan atau menjual kembali saham kepada pihak ketiga dengan tetap terikat pada syarat janji untuk menjual kembali saham tersebut kepada pihak penjual serta harus ada itikad baik berupa pemberitahuan atau persetujuan dari pihak penjual selaku pemilik awal. Pengalihan hak atas kepemilikan saham dari penjual kepada pembeli dalam transaksi repo sifatnya hanya sementara, artinya saham tersebut tidak dijual secara lepas sebagaimana perjanjian jual beli pada umumnya dikarenakan adanya klausula hak membeli kembali. Apabila ada pihak yang merasa telah dirugikan dalam transaksi repo dapat mengajukan upaya penyelesaian melalui jalur litigasi ke peradilan umum dengan klaim gugatan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi, dan/atau melalui jalur non-litigasi yaitu ke Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Forum penyelesaian sengketa disesuai dengan klausul yang terdapat dalam perjanjian yang telah disepakati para pihak. Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya ketentuan pengamanan terhadap efek yang menjadi objek transaksi repo selama jangka waktu transaksi repo belum selesai dan perlu adanya penegasan dalam penentuan klausula forum penyelesaian sengketa sehingga di kemudian hari tidak ada kerancuan dalam pelaksanaannya.
Pertanggungjawaban Pidana Notaris dalam Pembuatan Akta yang Didasarkan Pada Keterangan Palsu Dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Eka Dadan Ramadhan; Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 18 No 1 (2019): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVIII:1:2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v18i1.64

Abstract

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi, berupa sanksi administrasi, dan kode etik jabatan notaris, dan sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa, baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris, dan sekarang dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Jabatan Notaris, namun tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap notaris. Jika notaris melakukan tindak pidana, maka tentu saja dapat diminta pertanggungjawaban di bawah hukum pidana, namun hal yang menjadi permasalahan terkait dengan tugas notaris adalah pembuatan akta notaris yang didasarkan pada keterangan palsu. Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa permasalahan yang menarik untuk dikaji antara lain apakah notaris dapat diminta pertanggungjawaban pidana atas akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu dan bagaimanakah akibat hukum yang timbul terhadap akta notaris yang didasarkan pada keterangan palsu. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait dengan pembuatan akta pihak yang didasarkan pada keterangan palsu, dan tidak dapat memenuhi rumusan unsur tindak pidana pemalsuan atau tindak pidana penipuan. Akan tetapi notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap akta pejabat jika secara sengaja atau lalai notaris membuat akta palsu, sehingga merugikan pihak lain. Terhadap akta notaris yang dibuat berdasarkan keterangan palsu tidak dengan sendirinya mengakibatkan akta tersebut menjadi batal demi hukum. Para pihak yang dirugikan dengan keberadaan akta seperti itu harus mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan akta tersebut. Akta tersebut akan batal apabila telah diputuskan oleh pengadilan dan putusan tersebut merupakan putusan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Pertanggungjawaban pidana notaris perlu diatur dalam Undang-Undang Nomor Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris secara tersendiri, hal ini didasarkan pada pertimbangan adanya fakta bahwa sering terjadi perbedaan penafsiran antara notaris dengan aparat penegak hukum. Pertanggungjawaban pidana terhadap notaris terkait dengan akta yang dibuatnya sebagai produk pelaksanaan tugas jabatan atau kewenangan notaris, harus memperhatikan aturan yang berkaitan dengan tata cara/prosedur dan syarat pembuatan akta, yaitu Undang-Undang Nomor Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2018 di Kecamatan Lengkong Eni Dasuki Suhardini
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 18 No 2 (2019): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVIII:2:2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v18i2.78

Abstract

Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur batas minimal usia perkawinan yaitu laki laki (19 tahun) , perempuan (16 tahun). Terhadap ketentan tsb Mahkamah Konstitusi menyatakan bertentangan dengan UUD 1945, UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungn Anak. Sekalipun telah ada pengaturan batas usia perkawinan , namun dalam pelaksanaannya masih terjadi perkawinan bawah umur . Bahkan Indonesia menduduki ranking 7 (dunia) dan ranking 2 (Asean). Perkawinan bawah umur disebabkan faktor ekonomi, Pendidikan, budaya dan agama. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam menangani perkawinan bawah umur dengan melaksanakan penyuluhan program Genre Ceria , yang bertujuan agar generasi muda Indonesia terhindar dari kegiatan – kegiatan negatif, seperti penyalahgunaan narkoba, dan mendorong pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.