Wansri, Evi
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Penerapan Unsur Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi Pada Tahap Penyidikan di Satreskrim Polres Solok Kota Fahmiron; Wansri, Evi
Ekasakti Legal Science Journal Vol. 1 No. 3 (2024): Juli
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60034/4prqjg79

Abstract

Perdagangan satwa yang dilindungi merupakan suatu tindak pidana yang mempunyai sanksi pidana dan denda sesuai yang tertuang dalam Pasal 21 ayat (2) juncto Pasal 40 ayat (2) dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.  Penerapan unsur tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi oleh penyidik Satreskrim Polres Solok Kota  adalah pada unsur subyektif yaitu unsur unsur yang terpenuhi adalah  Unsur setiap orang.  Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi  dan tersangka serta dikuatkan dengan barang bukti yang ada, maka yang melakukan Tindak pidana tersebut adalah orang perorangan. Unsur selanjutnya memiliki dan menyimpan sisik trenggiling sebanyak lebih kurang 2 Kg, tersangka lainnya memiliki dan menyimpan kulit serta tulang beruang tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Unsur Dilarang untuk menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang di lindungi. Setelah melihat arti dari makna kata tersebut di atas, dalam pasal ini juga terdapat kalimat bagian kulit atau bagian tubuh satwa yang di lindungi yang harus terpenuhi unsurnya.  Kendala dalam penerapan unsur tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi oleh penyidik Satreskrim Polres Solok Kota adalah pertama yaitu kurangnya koordinasi dari aparat yang berkompetensi. Sulitnya melacak tuntas tersangka dan orang-orang yang berada dibalik kasus tersebut. Mata rantai terhadap perburuan satwa liar ini sangat tertutup dan rapi Pada dasarnya ada 3 komponen yang berperan dalam mata rantai tersebut yaitu pemburu (poacher), pedagang (trader) dan pembeli (buyer). Ketidakmampuan membuktikan keterlibatan mereka dalam kasus tersebut. Kurangnya Pengetahuan Aparat Penegak Hukum juga menjadi kendala dalam penerapan unsur tindak pidana ini. Penyebab dari ketidakmampuan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus perburuan dan perdagangan satwa liar adalah kurangnya pengetahuan akan penanganan satwa liar yang dilindungi. Penyidik sulit melakukan identifikasi terhadap jenis satwa, akibatnya kasus yang ditangani akan membutuhkan waktu yang lama.