Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penggunaan Kafein Sitrat pada Bayi Prematur Marsubrin, Putri Maharani Tristanita; Sugiyarto, Kanya Lalitya Jayanimitta
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 74 No 4 (2024): Journal of The Indonesian Medical Association - Majalah Kedokteran Indonesia, Vo
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47830/jinma-vol.74.4-2024-1427

Abstract

Apnea is a manifestation of immature breathing and frequently occurs in preterm infants treated in the Neonatal Intensive Care Unit. Apnea of prematurity (AOP) is characterized by episodes of apnea (cessation of breathing) lasting 15–20 seconds or more, or shorter episodes accompanied by bradycardia and/or desaturation. The incidence of AOP is inversely related to gestational age (GA) and birth weight. Caffeine is one of the pharmacological treatments for managing AOP. Caffeine belongs to the methylxanthine class, like theophylline and aminophylline. Caffeine has been used as a therapy of choice for AOP in developed countries since the 1970s. Meanwhile, in developing countries, aminophylline remains the most commonly used drug for AOP management. Compared to aminophylline and theophylline, caffeine has better therapeutic effects and absorption, a longer half-life, and fewer side effects. Therefore, caffeine is the first-line therapy for AOP management.
Skrining pada Bayi Prematur Sejak di Unit Perawatan Intensif Neonatal Marsubrin, Putri Maharani Tristanita; Sugiyarto, Kanya Lalitya Jayanimitta
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 74 No 5 (2024): Journal of The Indonesian Medical Association - Majalah Kedokteran Indonesia, Vo
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47830/jinma-vol.74.5-2024-1703

Abstract

Premature infants have a higher risk of mortality and morbidity compared to full-term infants. Therefore, screening in the neonatal unit is necessary to detect these conditions, allowing for timely intervention to be implemented. This article discusses various screening procedures for premature infants, such as head ultrasounds for intraventricular hemorrhage, eye exams for retinopathy of prematurity, hearing tests, heart evaluations, and others. Early identification can reduce morbidity and improve long-term outcomes for premature infants.
Luaran Bayi Prematur dengan Pertumbuhan Janin Terhambat: Sebuah Penelitian Deskriptif Sugiyarto, Kanya Lalitya Jayanimitta; Oswari, Jessica Sylvania; Sjahrullah, Muhamad Azharry Rully; Marsubrin, Putri Maharani Tristanita
Sari Pediatri Vol 26, No 4 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.4.2024.244-8

Abstract

Latar belakang. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah masalah kesehatan global yang kompleks, berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Ketidakmampuan janin untuk mencapai potensi pertumbuhan genetiknya, yang sering kali disebabkan oleh disfungsi plasenta menjadi penanda PJT. Kriteria diagnostik meliputi berat janin atau lingkar perut di bawah persentil ke-10, perlambatan trajektori pertumbuhan, dan sering disertai oligohidramnion. Prevalensi PJT pada neonatus berkisar antara 7-15%, meningkat menjadi 30% di negara berkembang. Bayi dengan PJT berisiko hipoglikemia, komplikasi respiratorik, dan masalah jangka panjang, seperti penyakit kardiovaskular dan gangguan metabolik.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan luaran klinis bayi prematur dengan PJT.Metode. Penelitian ini adalah studi kohort retrospektif yang mengamati luaran bayi prematur dengan PJT, mengumpulkan data rekam medis di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari hingga Desember 2023. Kriteria eksklusi mencakup intra uterine fetal death (IUFD) dan rekam medis tidak lengkap. Variabel independen dalam penelitian ini adalah bayi prematur dengan PJT, sedangkan variabel dependen adalah mortalitas dan morbiditas bayi prematur.Hasil. Pada periode Januari hingga Desember 2023, terdapat 664 persalinan prematur, 79 di antaranya dieksklusi. Penelitian ini melibatkan 585 bayi prematur dengan prevalensi PJT sebesar 29,2%. Angka kejadian distres pernapasan dan kebutuhan dukungan respirasi non-invasif lebih tinggi pada kelompok PJT, masing-masing sebesar 81,4% vs 63,4% dan 62,9% vs 45,8%. Angka mortalitas dan morbiditas lainnya tidak berbeda signifikan antara kelompok PJT dengan non-PJT. Kesimpulan. Luaran pada bayi prematur dengan atau tanpa PJT tidak berbeda bermakna. Namun, bayi prematur dengan PJT lebih berisiko mengalami distres pernapasan saat lahir sehingga membutuhkan dukungan ventilasi lebih dibandingkan kelompok non-PJT.