In gender research, there are terms called masculine and feminine. In traditional environments, women are seen as more feminine characters who are restricted in expression. Meanwhile, the modern environment provides a platform for women to perform the roles they want. Men don't have to have a character, and women don't have to have a feminine character. This is shown in the Korean movie Love and Leashes, which attaches masculinity to female characters. This research uses a descriptive qualitative approach that refers to John Fiske's semiotic analysis method and is divided into three aspects: the level of reality, the level of representation, and the level of ideology. The results of this study show that there are messages of masculinity through female characters, which are conveyed through independent, assertive, and rational female figures. Masculinity is displayed in terms of appearance, shooting angle, and ideology that wants to be given in the movie. Dalam penelitian mengenai gender, ditemukan istilah yang disebut maskulin dan feminim. Di lingkungan tradisional, perempuan lebih dipandang sebagai karakter yang feminim namun terbatas dalam berekspresi. Sementara itu, lingkungan modern memberikan wadah bagi perempuan dalam menunjukkan peran yang diinginkannya. Laki-laki tidak harus berkarakter, Perempuan tidak harus memiliki karakter feminim. Hal itu ditunjukkan pada film Korea berjudul Love and Leashes yang justru melekatkan maskulinitas pada karakter perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang merujuk pada metode analisis semiotika John Fiske dan dibagi menjadi tiga aspek, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya penyampaian pesan maskulinitas melalui karakter perempuan, yang disampaikan melalui sosok perempuan yang mandiri, tegas, dan rasional. Maskulinitas itu diperlihatkan baik dari segi penampilan, sudut pandang kamera maupun ideologi yang ingin disampaikan dalam film.