RESUME: Sejarah merupakan proses yang berkesinambungan dengan seluruh dinamikanya, yang memperlihatkan hubungan kausalitas antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lainnya. Peristiwa demi peristiwa telah membentuk sebuah struktur dalam sejarah yang ajeg dan tetap. Dalam konteks ini, Kabupaten Purwakarta pernah memiliki status rangkap ketika menjadi ibukota Kabupaten Karawang, yakni sebagai âDistrik, Onderdistrik, Afdeeling, dan Kontrole Afdeelingâ. Perkembangan demografi, pembangunan infrastruktur, dan perubahan wilayah administratif menjadikan wilayah Purwakarta sangat dinamis, yang ditandai dengan berdirinya Kabupaten Purwakarta secara mandiri. Artikel ini mengkaji tentang sejarah Kota Purwakarta, dari sejak awal berdiri pada zaman kolonial Belanda (1816-1942), zaman pendudukan tentara Jepang (1942-1945), zaman revolusi Indonesia (1945-1950), hingga perkembangannya terkini. Dengan menggunakan metode historis, yang terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, artikel ini menunjukan bahwa Purwakarta dibangun dengan pola kota tradisional, yang ditandai dengan berdirinya Pendopo dan Masjid Agung. Untuk keperluan air, dibangun Situ Buleud, yang ditengahnya didirikan âbabancongâ, yakni sebuah bangunan mirip gazebo. Di samping itu, terdapat juga âBumi Ageungâ, yang menjadi tempat tinggal keluarga Bupati pada saat Pendopo dibangun. Saat ini, tinggalan sejarah tersebut menjadi kebanggaan masyarakat, sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Purwakarta.KATA KUNCI: Ibukota Kabupaten Karawang; Kabupaten Purwakarta; Pola Kota Tradisional; Perubahan Sosial; Peninggalan Sejarah. ABSTRACT: âPurwakarta: From the Capital City of Karawang Regency Becomes Regency Independentlyâ. History is a continuous process with all its dynamics, showing a causal relationship between an event with other events. The events have formed a structure in the history of a steady and fixed. In this context, Purwakarta Regency has had double status as the capital city of Karawang Regency, namely âDistrict, Onderdistrict, Afdeeling, and Kontrole Afdeelingâ. The developments of demography and infrastructure, and also changes of administrative region make this Purwakarta region highly dynamic. It is signed by the establishment of Purwakarta Regency independently. This article examines the history of the city of Purwakarta, from the beginning up to the Dutch colonial era (1816-1942), the time of Japanese occupation (1942-1945), the time of the Indonesian revolution (1945-1950), up to the latest development. By using the historical method, which consists of heuristics, criticism, interpretation, and historiography, this article shows that Purwakarta was built by traditional city pattern, signed by the establishment of âPendopoâ (Regent Palace) and Grand Mosque. Water requirements fulfilled by the establishment of âSitu Buleudâ (Oval Lake), where in the middle of it was built âbabancongâ, a building like gazebo. Near to âSitu Buleudâ, there is âBumi Ageungâ (Big House), where the Regent family live when the time of âPendopoâ was being built. For the moment, those historical heritages become a local pride as well as the administrative center of Purwakarta Regency.KEY WORD: Capital City of Karawang Regency, Purwakarta Regency; Traditional City Pattern; Social Change; Historical Heritages.About the Author: Dr. Leli Yulifar adalah Dosen Senior di Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendikan Indonesia), Jalan Dr. Setiabudhi No.229 Bandung 40154, Jawa Barat, Indonesia. Untuk kepentingan akademis, penulis bisa dihubungi dengan alamat emel: leli_yulifar@upi.edu dan lely_yulifar@yahoo.comHow to cite this article? Yulifar, Leli. (2016). âPurwakarta: Dari Ibukota Kabupaten Karawang Menjadi Kabupaten Mandiriâ in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.9(2) November, pp.213-220. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UPI Bandung, ISSN 1979-0112.Chronicle of the article: Accepted (October 9, 2016); Revised (November 10, 2016); and Published (November 30, 2016).