Cervical Root Syndrome (CRS) adalah kondisi medis yang menyebabkan nyeri, kelemahan, dan gangguan sensorik akibat iritasi atau tekanan pada akar saraf cervical. Untuk diagnosis CRS, Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik yang sangat direkomendasikan karena mampu menghasilkan citra detail tanpa menggunakan radiasi ionisasi. Namun, salah satu tantangan utama dalam MRI cervical adalah motion artifact yang disebabkan oleh gerakan pasien, seperti menelan atau bernapas, ataupun pergerakan CSF yang dapat mempengaruhi informasi citra. Teknik PROPELLER dikembangkan untuk mengatasi masalah ini dengan mengambil sampel k-space dalam strip berputar yang tumpang tindih, sehingga mengurangi distorsi citra akibat gerakan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan informasi citra anatomi yang dihasilkan oleh sekuen Sagittal T2 FSE dan Sagittal T2 FSE PROPELLER pada pemeriksaan MRI cervical, serta menentukan sekuen yang lebih optimal untuk digunakan pada pasien CRS. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan 10 pasien CRS di Instalasi Radiologi Sentra Medika Hospital Minahasa Utara yang menjalani pemeriksaan MRI dengan kedua sekuen tersebut. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara Sagittal T2 FSE dan Sagittal T2 FSE PROPELLER yang dapat dilihat pada hasil p valuenya <0,001. Sekuen T2 FSE PROPELLER memberikan informasi citra yang lebih baik dibandingkan Sagittal T2 FSE juga dapat dilihat dari nilai Mean Rank yaitu Spinal Cord (1.00 vs 0.00) dan CSF (5.50 vs 0.00), dan Corpus Vertebrae PROPELLER unggul (4.50 vs 0.00). Kesimpulannya, terdapat perbedaan antara kedua sekuen dan sekuen Sagittal T2 FSE PROPELLER mendapatkan hasil yang lebih optimal serta memberikan informasi citra anatomi yang lebih baik pada pemeriksaan pasien CRS.