Sektor pertanian merupakan sektor dengan kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim, sehingga diperlukan informasi iklim untuk merencanakan langkah strategis dalam penentuan masa tanam. Pemetaan zona agroklimat oldeman menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu menentukan masa tanam pada suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan melakukan pemetaan zona agroklimat di Provinsi Bali. Data yang digunakan adalah data curah hujan Climate Hazard Groups Infrared Precipitation with Station (CHIRPS) tahun 1983-2023. Data CHIRPS diolah menggunakan metode interpolasi Inverse Distance Weighted dan overlay melalui sistem informasi geografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Provinsi Bali terdapat tujuh zona agroklimat, yakni C2 (1,61%), C3 (0,0%), D2 (82,19%), D3 (0,74%), D4 (0,04%), E2 (15,38%) dan E3 (0,04%). Zona C2 dan C3 cocok untuk ditanami padi sekali dan palawija dua kaliĀ dalam setahun, pada penanaman palawija kedua harus hati-hati jangan masuk bulan kering. Zona D2 dan D3 hanya mungkin ditanami satu kali padi atau palawija dalam setahun, namun kondisi tersebut juga bergantung pada kondisi irigasi. Zona E2 dan E3 umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat ditanami satu kali palawija dan sangat bergantung pada curah hujan. Berdasarkan hasil pemetaan zona agroklimat, diketahui bahwa telah terjadi perubahan sebaran zona agroklimat dari pemetaan awal yang dilakukan oleh Oldeman. Zona B1, B2, dan E4 tidak ditemukan lagi pada hasil pemetaan terbaru, namun ditemukan zona baru yakni zona D2 dan E2 yang tidak ada di pemetaan sebelumnya. Peta agroklimat yang dihasilkan dapat menjadi salah satu acuan dalam penentuan pola tanam di setiap wilayah sesuai dengan zona agroklimatnya.