Tradisi Dio Majeng merupakan salah satu praktik adat dalam perkawinan masyarakat Bugis yang sarat akan nilai-nilai sosial, spiritual, dan budaya. Tradisi ini tidak hanya mencerminkan penyatuan dua individu, tetapi juga mengandung simbolisasi penyatuan dua keluarga besar yang berkomitmen dalam jalinan kekeluargaan. Pelaksanaan Dio Majeng yang masih dijaga oleh masyarakat di Kelurahan Rijang Pittu menjadi perhatian penting untuk dikaji, khususnya dalam konteks kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Pelaksanaan Tradisi Dio Majeng dalam perkawinan masyarakat Bugis di Kelurahan Rijang Pittu serta tinjauannya menurut konsep 'urf (adat kebiasaan) dan maqāṣid al-syarī'ah hukum islam dan 2) Pandangan Masyarakat terhadap nilai dan keberlangsungan Tradisi Dio Majeng di Kelurahan Rijang Kec. Maritengnggae Kab. Sidrap Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan lapangan (field research). Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Tradisi Dio Majeng merupakan 'urf shahih (adat yang sah) karena memenuhi kriteria universalitas, konsistensi, dan keselarasan dengan prinsip dasar Islam. Analisis dengan pendekatan maqāṣid al-syarī'ah juga menunjukkan bahwa tradisi ini mendukung tujuan-tujuan syariat, khususnya dalam memelihara keturunan (ḥifẓ al-nasl), jiwa (ḥifẓ al-nafs), dan agama (ḥifẓ al-dīn). 2) Masyarakat Kelurahan Rijang Pittu memandang Dio Majeng sebagai warisan leluhur yang positif dan bermakna, yang berfungsi sebagai media penyucian diri, permohonan doa, dan penguatan ikatan sosial. Pandangan ini semakin mengukuhkan posisi tradisi sebagai bagian dari living law yang harmonis dengan syariat Islam. Dengan demikian, Dio Majeng menjadi contoh nyata harmonisasi antara adat lokal dan hukum Islam, yang relevan untuk dipertahankan sebagai bagian dari budaya yang berbasis syariat.