Living in peace is something many people in the world desire. However, human relationships as social beings living side by side with others are very prone to misunderstandings, disagreements, and conflicts, as in the brotherly relationship between Jacob and Esau. Moreover, there are long-lasting conflicts due to the lack of peacemaking efforts from the conflicting parties. This paper aims to examine Genesis 33:1-20 using a qualitative method with narrative interpretation that pays attention to narrative components such as: structure, setting (place, time), plot, characters (and characterization), conflict, style, and narrator. This study found that conflicts can be stopped with peacemaking efforts between the conflicting parties. Furthermore, this study also found that peace can be achieved when we see the faces of our neighbour as if seeing God's face. This paper also shows that the peacemaking efforts made by Jacob and Esau can provide a basic theological contribution to society, especially the Karo tribe, which recognizes a peacemaking effort called Purpur Sage. Through this research, the author hopes that readers will understand the meaning of the narrative of Jacob making peace with Esau in Genesis 33:1-20 and Purpur Sage in the Karo tribe that conflicts can be stopped with the efforts from the conflicting parties, thus creating peace. AbstrakHidup di dalam damai merupakan hal yang diinginkan banyak orang di dunia ini. Akan tetapi, relasi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain sangat rentan dengan kesalahpahaman, perselisihan dan konflik, seperti dalam relasi persaudaraan Yakub dan Esau. Selain itu, terdapat pula konflik-konflik yang berlarut-larut dikarenakan tidak adanya upaya perdamaian dari pihak yang berkonflik. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti Kejadian 33:1-20 menggunakan metode kualitatif dengan tafsir naratif yang memperhatikan komponen-komponen narasi, seperti: struktur, latar cerita (setting) tempat, waktu, alur cerita (plot), karakter (dan karakterisasi), konflik, gaya dan narator. Penelitian ini menemukan bahwa konflik dapat dihentikan dengan adanya upaya perdamaian antara pihak-pihak yang berkonflik. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa perdamaian dapat tercipta ketika kita melihat wajah sesama kita seperti melihat wajah Allah. Tulisan ini juga menunjukkan bahwa upaya perdamaian yang dilakukan Yakub dan Esau dapat memberikan kontribusi dasar teologis bagi masyarakat, secara khusus suku Karo yang mengenal upaya perdamaian yang disebut Purpur Sage. Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan agar pembaca memahami makna narasi Yakub berdamai dengan Esau dalam Kejadian 33:1-20 dan Purpur Sage dalam suku Karo bahwa konflik dapat dihentikan dengan upaya dari pihak-pihak yang berkonflik sehingga tercipta perdamaian.