Hidayat Dita Nur Faizal
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The Urgency of Implementing Step-In Rights Clauses in Project Financing Contracts in Indonesia Sitompul, Naomi Audri Klarisa; Jevvon Suherman; Hidayat Dita Nur Faizal; Hamit Tantio Lumban Gaol; Adelina Mariani Sihombing
Recht Studiosum Law Review Vol. 3 No. 2 (2024): Volume 3 Nomor 2 (November - 2024)
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/rslr.v3i2.18577

Abstract

The increasing infrastructure development in Indonesia today is directly proportional to the growing need for funding to support such projects. The funding model commonly used in infrastructure development is project finance, where risk management and cost allocation are shared among the project participants. As infrastructure projects become more complex and long-term, they often face various issues such as cash flow problems and losses incurred in the event of default. These issues can actually be addressed by implementing the Step-In Rights Clause, which grants the employer the right to intervene in the work of the contractor. However, the regulation of the step-in rights clause has not yet been explicitly governed by Indonesian legislation. This paper aims to explain the urgency of applying the step-in rights clause in construction contracts. The article employs a normative legal research method with a statute approach and a conceptual approach. In practice, the application of the step-in rights clause offers many advantages and has been implemented in several countries, including Australia.   Meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan untuk mendukung proyek-proyek tersebut. Model pendanaan yang umum digunakan dalam pembangunan infrastruktur adalah project finance, di mana pengelolaan risiko dan alokasi biaya dibagi di antara para peserta proyek. Seiring dengan semakin kompleksnya proyek infrastruktur dan berjangka panjang, proyek-proyek tersebut kerap kali menghadapi berbagai permasalahan seperti masalah arus kas dan kerugian yang timbul jika terjadi wanprestasi. Permasalahan tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan penerapan Step-In Rights Clause yang memberikan hak kepada pemberi kerja untuk melakukan intervensi terhadap pekerjaan kontraktor. Akan tetapi, pengaturan mengenai step-in rights clause belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan urgensi penerapan step-in rights clause dalam kontrak konstruksi. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dalam praktiknya, penerapan step-in rights clause memiliki banyak keuntungan dan telah diterapkan di beberapa negara, termasuk Australia.Kata kunci: Proyek infrastruktur, Hak campur tangan, Pembiayaan proyek
TERGUSUR DI NEGERI SENDIRI: PENGABAIAN HAK ASASI MASYARAKAT ADAT DALAM PROYEK REMPANG ECO CITY Hidayat Dita Nur Faizal; I Ketut Febri Sukada Wiguna; Elly Vivi Vitasari
Journal of Studia Legalia Vol. 6 No. 2 (2025): Dinamika Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Sistem Ketataneg
Publisher : FKPH Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini mengkaji konflik antara pembangunan ekonomi dan perlindungan hak asasi manusia melalui kasus penggusuran paksa di Pulau Rempang dalam proyek strategis nasional Rempang Eco City. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kesesuaian kebijakan penggusuran dengan standar hak asasi manusia nasional dan internasional serta dampaknya terhadap kelompok rentan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus, penelitian ini menelaah UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta berbagai instrumen internasional seperti UDHR, ICCPR, ICESCR, dan UNDRIP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan penggusuran melanggar sejumlah hak konstitusional warga negara termasuk hak atas rasa aman, keadilan, tempat tinggal layak, pekerjaan, dan Kesehatan serta kewajiban internasional terkait perlindungan masyarakat adat dan kelompok rentan. Selain itu, dampak sosial ekonomi yang timbul mencakup hilangnya mata pencaharian, identitas budaya, dan kohesi sosial masyarakat lokal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah dalam kasus Rempang belum mencerminkan pendekatan pembangunan berbasis HAM dan merekomendasikan reformasi kebijakan agar lebih partisipatif, adil, dan menghormati martabat manusia. Kata Kunci: penggusuran paksa, hak asasi manusia, Rempang, kebijakan pembangunan, kelompok rentan. ABSTRACT This study examines the conflict between economic development and human rights protection through the case of forced eviction in Rempang Island for the Rempang Eco City National Strategic Project. The research aims to analyze whether the eviction policies align with national and international human rights standards, and to assess their social impact, particularly on vulnerable groups. Using a normative juridical method with statutory, conceptual, and case approaches, the study explores relevant laws such as the 1945 Constitution, Law No. 39/1999 on Human Rights, and international instruments including the UDHR, ICCPR, ICESCR, and UNDRIP. The findings show that the eviction violated multiple constitutional rights—security, justice, adequate housing, work, and health—while also breaching international obligations concerning the right to housing, non-discrimination, and protection of indigenous peoples. Furthermore, it highlights the marginalization of vulnerable groups such as women, children, and indigenous communities due to loss of livelihood, cultural identity, and social cohesion. The study concludes that state actions in Rempang failed to reflect a human rights-based approach to development and calls for policy reform to ensure participatory, fair, and rights-oriented development governance. Keyword: forced eviction, human rights, Rempang, development policy, vulnerable groups