Fazila, Arina Nur
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IMPLEMENTASI HAK PEKERJA SEBAGAI PENJAGA KEDAI KOPI TERKAIT WAKTU KERJA DI KOFIBRIK SURABAYA Fazila, Arina Nur; Rusdiana, Emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 10 No. 04 (2023): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.47460

Abstract

Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja sesuai Pasal 77 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 21 ayat (2) PP No. 35/2021 sudah dijelaskan waktu kerja selama seminggu adalah 40 jam, namun sebanyak 6,9% pekerja yang bekerja melebihi batas waktu yang sudah ditentukan salah satunya di KofiBrik Surabaya. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui alasan pekerja kedai kopi perlu mendapatkan hak waktu kerja sesuai dengan undang-undangan yang berlaku. Selain itu, juga untuk mengetahui implementasi hak pekerja kedai kopi di KofiBrik Surabaya terkait waktu kerja. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara dan observasi di lapangan. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Pengumpulan data didapatkan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dan informasi yang sudah dikumpulkan dikemukakan secara langsung atau tertulis oleh narasumber akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah adanya dampak negatif yang didapatkan pekerja kedai kopi apabila bekerja melebihi batas waktu yang sudah ditentukan. Meskipun penjaga kedai kopi merupakan pekerjaan yang fleksibel saat dilakukan menyesuaikan dengan keramaian kedai kopi dan dianggap sebagai pekerjaan yang spesifik namun dalam pelaksanaannya masih banyak ditemukan pekerjaan diluar bidang tugasnya. Implementasi waktu kerja di KofiBrik Surabaya juga belum sesuai dengan ketentuan Pasal Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 21 ayat (2) PP No. 35/2021 yang menerapkan waktu kerja selama 10 jam perharinya atau 50 jam perminggunya, apabila dalam seminggu pekerja bekerja selama 5 hari dengan waktu libur 1-2 hari. Kata Kunci : implementasi, pekerja, waktu kerja
Reconstructing Public Procurement Law in Indonesia: Toward a Framework of Good Governance and Legal Accountability Fadila, Elviana Risqa Nur; Syafa’, Nadhifa Salsabilla; Fazila, Arina Nur; Wanda , Zakaria Nuriman
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 24 No. 1 (2025): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v24i1.7237

Abstract

Public procurement represents one of the most strategic yet complex aspects of public governance, functioning as a critical instrument for achieving efficiency, accountability, and public welfare. In Indonesia, however, the legal framework governing procurement remains fragmented, being primarily regulated by presidential regulations rather than a parliamentary statute. This condition creates ambiguity in legal hierarchy and weakens institutional accountability, undermining the constitutional principle of negara hukum—a state based on law. Employing a normative-juridical method with comparative and philosophical approaches, this research analyses the structural and conceptual deficiencies within Indonesia’s procurement regulation, juxtaposed with best practices from jurisdictions such as the United Kingdom, South Korea, and Chile. The findings reveal that reliance on executive decrees has produced instability, limited judicial review, and excessive criminalisation of administrative errors, all of which hinder effective governance. Comparative evidence demonstrates that codification, transparency by design, and data-driven oversight strengthen both efficiency and integrity in public spending. Philosophically, the study argues that procurement reform is not only a matter of legal technique but also an ethical duty to realise justice, proportionality, and the public good. The paper concludes that Indonesia requires a codified Procurement Law enacted by Parliament to restore normative coherence, uphold accountability, and align its public procurement governance with constitutional and international standards.