Demokrasi memiliki makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Partisipasi politik merupakan wujud manifestasi kedaulatan rakyat dalam proses demokrasi. Pemilihan Kepala Daerah merupakan praktik demokrasi pada tingkat daerah. Pemilihan kepala daerah adalah agenda untuk memilih wakil rakyat yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali. Warga negara dapat berpartisipasi dalam pemilihan sebagai peserta maupun pemilih. Pelanggaran dan kecurangan dalam perhelatan pemilihan kepala daerah sering tidak terhindarkan. Regulasi yang dibuat sangat ketat merupakan upaya meminimalisir segala bentuk pelanggaran. Pelanggaran yang ada dalam pemilihan kepala daerah salah satunya, pemberian imbalan politik kepada partai politik. Imbalan politik berupa biaya yang harus dikeluarkan oleh bakal calon peserta pemilihan kepala daerah yang diusung oleh partai politik tertentu. Biaya tersebut digunakan untuk memperoleh surat rekomendasi dari partai politik. Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, setiap orang dilarang memberikan imbalan dalam bentuk apapun kepada partai politik dalam proses pencalonan Gubernur, Bupati dan Walikota. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian imbalan politik kepada partai politik oleh seseorang yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah tidak hanya terjadi di satu wilayah saja, bawaslu memperoleh berbagai laporan atau temuan tentang imbalan politik dari berbagai wilayah yang menyelenggarakan pilkada serentak. Kurangnya alat bukti dan barang bukti serta ketidak seragaman antara bawaslu dan sentra gakkumdu dalam pengamblan keputusan mengakibatkan kasus ini sulit untuk diselesaikan. Sanksi pidana merupakan sanksi yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan kasus pemberian imbalan politik sesuai dengan Pasal 187 B dan Pasal 187 C Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.