Arbi, Syafira Rahmania
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP PEMBAYARAN UPAH DI BAWAH UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) DI PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI PADA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR) Arbi, Syafira Rahmania; Susilowati, Indri Fogar
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 10 No. 03 (2023): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.52975

Abstract

Upah adalah hak-hak Pekerja/Buruh yang diterima dalam berupa uang sebagai imbalan dari pemberi kerja atau pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditentukan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja. Dalam pemberian upah kepada pekerja/buruh oleh pemberi kerja, sering terjadi pelanggaran. Salah satu pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha adalah pemberian upah pekerja/buruh di bawah upah minimum. Sedangkan dalam Pasal 88E ayat 2 UU ketenagakerjaan sudah jelas Menyatakan bahwa; “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari itu upah minimum, dan sanksi yang terkandung dalam pasal 185. Dari tahun 2020 sampai dengan Pada tahun 2022 ini ada 70 pengaduan yang masuk ke Disnaker Provinsi Jawa Timur pengawas tentang pelanggaran upah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses penegakan hukum dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan atas upah pelanggaran yang dilakukan pengusaha, apa kendala bagi pengawas ketenagakerjaan, dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah pengupahan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Hukum Yuridis Empiris yang di peroleh melalui hasil wawancara Kepala Seksi Penegakkan Hukum dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Hasil pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa Kedudukan hukum perburuhan dalam sistem hukum nasional Indonesia secara teoritis dapat dipisahkan menjadi 3 bidang, yaitu bidang administrasi, bidang sipil, dan bidang bidang kriminal. Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan Pengusaha termasuk dalam bidang hukum perdata. Namun, selama proses menciptakan, melaksanakan, dan mengakhiri hubungan, pemerintah mengawasi menjalankan 3 fungsinya. Jika selama proses terjadi pelanggaran (tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku), dapat dikenakan sanksi pidana terapan.
Perbuatan Melawan Hukum atas Penguasaan Hak Milik Tanah pada Sertifikat Ganda Rahmawati, Puji; Arbi, Syafira Rahmania; Nuralify, Mohammad
Jurnal Hukum Lex Generalis Vol 6 No 9 (2025): Tema Hukum Agraria dan Pertanahan
Publisher : CV Rewang Rencang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56370/jhlg.v6i4.1100

Abstract

The issuance of duplicate land ownership certificates gives rise to legal issues that culminate in civil disputes between parties holding certificates over the same plot of land. These problems are not only caused by the involved parties but also by the negligence of land registration officials. This study aims to identify the forms of unlawful acts in cases of land control based on duplicate certificates, as well as to examine the mechanisms for resolving land ownership disputes in such cases in Indonesia. The research method employed is normative juridical, using data collection techniques based on statutory and conceptual approaches. The results of the study indicate that an unlawful act occurs when a person takes control of land that is legally owned by another party, whether an individual or a legal entity. Proof of lawful land ownership is essential to ensure legal certainty, which can be demonstrated through authentic deeds such as a Sale and Purchase Deed (Akta Jual Beli or AJB) issued by a Land Deed Official (Pejabat Pembuat Akta Tanah or PPAT). To minimize disputes, firm law enforcement is required, along with the active role of the National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional or BPN) in resolving disputes fairly through deliberation, mediation, and facilitation. In practice, land dispute resolution is not only carried out by the BPN but can also be pursued through the General Courts and the Administrative Court