Penelitian ini mengkaji representasi fenomena crosshijabers dalam media online Indonesia dan implikasinya terhadap diskursus keislaman kontemporer. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode Analisis Wacana Kritis (CDA) Norman Fairclough, studi ini meneliti dua artikel berita online: "Crosshijabers, Bencana bagi Fashion Hijab?" dan "Salah Kaprah Komunitas Pria Berjilbab". Analisis diperkaya dengan interpretasi tekstual QS. Ali 'Imran: 36 dan An-Nur ayat 31, serta eksplorasi motif internal dan eksternal crosshijabers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media online cenderung membingkai fenomena crosshijabers secara negatif, memperkuat interpretasi konservatif tentang gender dalam Islam. Analisis linguistik mengungkapkan penggunaan kata-kata berkonotasi negatif dan struktur kalimat yang menempatkan crosshijabers sebagai ancaman terhadap norma sosial dan agama. Interpretasi ayat Al-Qur'an yang digunakan dalam wacana ini cenderung literal, mengabaikan konteks historis dan sosial. Sementara itu, analisis motif crosshijabers mengungkapkan kompleksitas identitas gender dan ekspresi diri yang tidak terakomodasi dalam narasi media dominan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa wacana media tentang crosshijabers mencerminkan dan memperkuat ketegangan antara interpretasi tradisional Islam dan ekspresi identitas gender kontemporer. Narasi yang dibangun berpotensi meningkatkan stigmatisasi dan membatasi ruang diskusi tentang keberagaman gender dalam konteks keislaman. Studi ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang lebih berimbang dan inklusif dalam memahami dan meliput isu-isu yang berkaitan dengan gender, agama, dan identitas dalam masyarakat Indonesia yang beragam.