Mahkamah Kontitusi melalui Putusan MK Nomor 42/PUU-XIX/2021 memutuskan Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Kepala desa yang sudah menjabat 1 (satu) periode, baik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maupun berdasarkan undang-undang sebelumnya masih diberi kesempatan untuk menjabat 2 (dua) periode. Begitu pula, bagi kepala desa yang sudah menjabat 2 (dua) periode, baik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maupun berdasarkan undang-undang sebelumnya masih diberi kesempatan untuk menjabat 1 (satu) periode”. Kedua putusan tersebut cukup memberi andil terhadap penataan Pilkades di Indonesia, utamanya calon kepala desa yang tidak wajib lagi berdomisili di desa setempat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif pada hakikatnya mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Menurut Soerjono soekanto dan Sri Mamudji mendefinisikan penelitian normatif, adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini mengkaji pokok permasalahan sesuai dengan ruang lingkup dan identifikasi masalah melalui pendekatan Undang-Undang (Statute approach) dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang diteliti. Dalam penelitian normatif ini penulis melakukan penelitian terhadap asas-asas hukum, dengan cara mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap kaidah-kaidah hukum yang telah dirumuskan di dalam perundang-undangan tertentu. Problematika Masa Jabatan Kades Dalam Peraturan Perundang-Undangan mengalami dinamika. Puncaknya Jabatan Kades menjadi semakin panjang dalam UU Desa, yaitu enam tahun dan dapat dipilih kembali untuk dua kali masa jabatan, dan masa jabatan yang panjang ini diperkuat oleh Putusan MK No.42/PUUXIX/2021, yang menjadikan masa jabatan tiga periode bagi Kades menjadi konstitusional. Kelemahan Masa Jabatan Kades Tiga Periode menimbulkan ketidakadilan bagi Cakades non incumbent, mengingat Cakades incumbent dapat menggunakan fasilitas umum dan dana dari APBDes untuk berkampanye, dan rentan terjadi ketidaknetralan birokrasi dalam pilkades.Ideal Pengaturan Masa Jabatan Kepala Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Pengaturan Masa Jabatan Kepala Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia adalah dengan menjadikan Masa Jabatan Kades Satu Periode perubahan ini dibutuhkan agar Kades lebih fokus bekerja dan tidak terganggu oleh jadwal kampanye serta keinginan untuk terpilih kembali.