Salah satu rintangan utama dalam perkembangan industri keuangan syariah, terutama di sektor perbankan, adalah kurangnya tata kelola yang memadai.Tidak optimalnya tata kelola ini terlihat dalam beberapa isu strategis, antara lain:- produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat,- kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang belum memadai, pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah sehingga menimbulkan mispersepsi masyarakat berkaitan dengan istilah, akad dan produk, pandangan bahwa perbankan syariah berbiaya mahal, serta pengaturan dan pengawasan yang belum optimal. Pandangan keliru tersebut dapat diatasi melalui implementasi tata kelola yang baik pada perbankan syariah, salah satunya yaitu dengan transparansi.Transparan di sini adalah menguraikan informasi produk terkait secara jelas dan rinci,sehingga nasabah benar-benar memahami karakteristik produk tersebut secara tepat. Produk dalam situasi ini ialah mudharabah, oleh karena itu bank wajib memberikan informasi yang sangat terperinci kepada nasabah mengenai mudharabah tersebut. Setelah itu, nasabah akan benar-benar teredukasi mengenai mudharabah itu. Mulai dari definisi, prosedur pembagian keuntungan, hingga risiko dan manfaat yang diperoleh dari mudharabah, informasi yang diberikan juga harus konsisten dengan ketentuan pada Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 mengenai Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi.