Menurut Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah Republik Indonesia menghormati keragaman, mengakui keberadaan desa dan hak-hak adat, serta memberikan perlindungan konstitusional kepada semua komunitas desa. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa bertanggung jawab untuk secara mandiri mengawasi keuangan desa. Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, tugas-tugas yang ditetapkan mencakup tidak hanya administrasi keuangan desa tetapi juga aset dan pendapatan yang dihasilkan oleh desa. Penipuan dan korupsi oleh otoritas desa atau administrasi desa adalah salah satu masalah yang dapat muncul akibat penggunaan dana desa. Untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa berdasarkan undang-undang keuangan desa di Indonesia, sangat penting untuk memahami peran keuangan desa dalam mengawasi dana negara. Dengan menggunakan studi kasus dan perspektif yuridis normatif, karya ini menggunakan metode analitis deskriptif. Menurut temuan penelitian, saat ini tidak ada undang-undang atau seperangkat peraturan yang menjelaskan mengapa keuangan desa merupakan bagian dari keuangan negara atau daerah. Hanya sumber dana yang diperoleh untuk kepentingan masyarakat yang diatur berkaitan dengan keuangan lokal. Pasal 72 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengatur sumber pendanaan keuangan desa. Insentif hukum dan regulasi baru yang secara tegas menyatakan bahwa keuangan desa adalah bagian dari keuangan negara diperlukan untuk menjadikannya lebih jelas bahwa keuangan desa merupakan bagian dari keuangan negara. Permendagri No. 73 Tahun 2020 memuat ketentuan untuk pelaksanaan pengawasan pengelolaan keuangan negara melalui sejumlah tahap, termasuk perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pengawasan tindak lanjut.