Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Peran Generasi Muda dalam Melestarikan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Calista Putri Tanujaya; Devy Yulyana; Evelyn Natasha; Muhammad Restu Arrasyiid; Yohanes Jeriko Giovanni
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 4 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.17 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i4.4221

Abstract

Abstrak Para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia telah bersusah payah dalam merebut hak kemerdekaan bangsa kita agar lepas dari para penjajah dan mendapatkan pengakuan dari mata dunia bahwa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka dan berdaulat. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan Indonesia menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara dan sang saka merah putih sebagai simbol negara. Namun, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia memerlukan suatu identitas negara serta Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi bangsa. Maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Bahasa Indonesia sebagai identitas negara dan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa persatuan. Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia sangat berperan penting dalam menunjukan keberadaan Indonesia di mata dunia. Walau ditetapkan sebagai Bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, Bahasa Indonesia sudah lahir dari sebelum kemerdekaan. Tepatnya pada saat kongres pemuda kedua yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 atau yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia sendiri juga sudah mengalami banyaknya perkembangan. Di era globalisasi sekarang juga, banyak hal yang terkena dampak dari perubahan zaman dan dampak dari globalisasi. Salah satu dampaknya adalah terancamnya eksistensi Bahasa Indonesia yang merupakan Bahasa persatuan kita. Banyak sekali Bahasa asing yang kita gunakan sebagai Bahasa komunikasi sehari-hari, dan banyak juga pencampuran Bahasa Indonesia dengan Bahasa asing. Oleh sebab itu, kita harus menjaga dan ikut berperan dalam menjaga eksistensi Bahasa Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam sumpah pemuda, sudah seharusnya kita para generasi muda berperan dalam menjaga kelestarian Bahasa Indonesia di era globalisasi ini. Kata Kunci: Bahasa Indonesia, Identitas Nasional, Globalisasi, Generasi Muda. Abstract The heroes of Indonesian independence fighters have tried hard to seize the rights of our nation's independence in order to get freedom from the invaders and gain recognition from the eyes of the world that Indonesia is an independent and sovereign nation. Indonesia became independent on August 17, 1945 and Indonesia established Pancasila as the state ideology including red and white flag as the state symbol. However, Indonesia needs a national identity and a language that is used for national communication as a sovereign, independent nation. As a result, Indonesian was chosen as the state's identity and as the unifying language on August 18, 1945. The Indonesian nation's identity, Indonesian, plays a significant part in demonstrating Indonesia's presence to the rest of the globe. Indonesian was created prior to independence, despite being declared the state language on August 18, 1945. Specifically, during the second youth congress, which took place on October 28, 1928, and which is also known as the Youth Pledge. Many things in the current globalization era are affected by the passing of time and the effects of globalization. One of them is the threat to the existence of Indonesian, the language that unites us. We communicate in a variety of foreign languages on a regular basis, and many people also combine these languages with Indonesian. As a result, we must preserve the Indonesian language and contribute to its existence. The younger generation should effectively protect the Indonesian language in the age of globalization, as stated in the youth oath. Keywords: Indonesian Language, National Identity, Globalization, Young Generation
TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL dan KONSEP LIBERALISME TERHADAP STUDI KASUS LEGALISASI ABORSI Muhammad Restu Arrasyiid; Stanley Muljadi
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 5 No. 2 (2024): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v5i2.2953

Abstract

Abstack: Hak kebebasan individu dimana merupakan satu kesatuan bagian dari liberalisme. Tetapi masih adanya temuan berupa larangan keras terhadap tindakan aborsi ini dari beberapa hukum nasional negara tertentu yang diterapkan tanpa terkecuali. Namun demikian, pengaturan dan dukungan tindakan aborsi telah diatur pada sedikit banyaknya hukum internasional yang mendasarkan kebijakannya pada posisi menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagai suatu landasan penting. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, penelitian perbandingan hukum. Penelitian ini dianalisis dengan pendekatan Statute Approach, Conceptual Approach, Comparative Approach, untuk untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah legalitas aborsi dalam hukum internasional dan liberalisme berdasarkan perspektif hukum internasional. Bisa dilihat tindakan aborsi diakui secara universal sebagai pengejawantahan hak asasi manusia. Adanya regulasi yang dengan nyata dan masih eksis seperti halnya pada ICCPR, African Women’s Protocol, CEDAW, African Charter, dan CESCR tentunya mampu menyebutkan dan melegitimasi pengakuan terkait tindakan aborsi sebagai kebutuhan pada perempuan secara individual yang juga menjadi representasi dari HAM apabila dipandang dengan perspektif yang arahnya lebih holistik, sehingga menghasilkan sedikit banyaknya perwujudan salah satu tujuan hukum itu sendiri berupa aspek kemanfaatan yang cenderung visioner atau tidak kaku. Tindakan Aborsi masih dilarang berdasarkan aturan di beberapa negara. Upaya menentang aborsi ini tidak sejalan dengan liberalisme. Undang-undang nasional mengenai aborsi berbeda-beda di setiap negara. Aborsi diatur oleh hukum internasional. Hal ini terlihat dalam ICCPR dan African Women’s Protocol. Legalisasi aborsi belum diadopsi mutlak secara internasional atau nasional. Kata Kunci : Aborsi, Liberalisme, Hukum Internasional, Hak Asasi Manusia. Abstrack:The right to individual freedom is an integral part of liberalism. However, some national laws in certain countries have been found to prohibit abortion without exception. However, the regulation and support of abortion has been regulated in several international laws that base their policies on upholding human rights as an important foundation. This normative legal research is conducted by examining library materials which include research on legal systematics, the level of legal synchronization, legal history, and comparative law. This research is analyzed by Legislation, Conceptual, Comparative Approach, to get answers to the formulation of the problem. The results showed that abortion is universally recognized as one of the manifestations of human rights. The existence of real and existing regulations such as the ICCPR, the African Women's Protocol, CEDAW, the African Charter, and CESCR are certainly able to mention and legitimize the recognition of abortion as an individual need of women who are also a representation of human rights when viewed from a more holistic perspective, so that more or less realize one of the objectives of the law itself in the form of aspects of expediency that tend to be visionary or not rigid. Abortion is prohibited by law in some countries. Opposition to abortion is not compatible with liberalism. Although national regulations on abortion vary from country to country, abortion is regulated by international law. It is found in the ICCPR and the African Women's Protocol. Legalization of abortion has not been adopted internationally or nationally. Keywords: Abortion, Liberalism, International Law, Human Rights.
Peran Generasi Muda dalam Melestarikan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Calista Putri Tanujaya; Devy Yulyana; Evelyn Natasha; Muhammad Restu Arrasyiid; Yohanes Jeriko Giovanni
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 4 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v6i4.4221

Abstract

Abstrak Para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia telah bersusah payah dalam merebut hak kemerdekaan bangsa kita agar lepas dari para penjajah dan mendapatkan pengakuan dari mata dunia bahwa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka dan berdaulat. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan Indonesia menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara dan sang saka merah putih sebagai simbol negara. Namun, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia memerlukan suatu identitas negara serta Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi bangsa. Maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Bahasa Indonesia sebagai identitas negara dan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa persatuan. Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia sangat berperan penting dalam menunjukan keberadaan Indonesia di mata dunia. Walau ditetapkan sebagai Bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, Bahasa Indonesia sudah lahir dari sebelum kemerdekaan. Tepatnya pada saat kongres pemuda kedua yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 atau yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia sendiri juga sudah mengalami banyaknya perkembangan. Di era globalisasi sekarang juga, banyak hal yang terkena dampak dari perubahan zaman dan dampak dari globalisasi. Salah satu dampaknya adalah terancamnya eksistensi Bahasa Indonesia yang merupakan Bahasa persatuan kita. Banyak sekali Bahasa asing yang kita gunakan sebagai Bahasa komunikasi sehari-hari, dan banyak juga pencampuran Bahasa Indonesia dengan Bahasa asing. Oleh sebab itu, kita harus menjaga dan ikut berperan dalam menjaga eksistensi Bahasa Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam sumpah pemuda, sudah seharusnya kita para generasi muda berperan dalam menjaga kelestarian Bahasa Indonesia di era globalisasi ini. Kata Kunci: Bahasa Indonesia, Identitas Nasional, Globalisasi, Generasi Muda. Abstract The heroes of Indonesian independence fighters have tried hard to seize the rights of our nation's independence in order to get freedom from the invaders and gain recognition from the eyes of the world that Indonesia is an independent and sovereign nation. Indonesia became independent on August 17, 1945 and Indonesia established Pancasila as the state ideology including red and white flag as the state symbol. However, Indonesia needs a national identity and a language that is used for national communication as a sovereign, independent nation. As a result, Indonesian was chosen as the state's identity and as the unifying language on August 18, 1945. The Indonesian nation's identity, Indonesian, plays a significant part in demonstrating Indonesia's presence to the rest of the globe. Indonesian was created prior to independence, despite being declared the state language on August 18, 1945. Specifically, during the second youth congress, which took place on October 28, 1928, and which is also known as the Youth Pledge. Many things in the current globalization era are affected by the passing of time and the effects of globalization. One of them is the threat to the existence of Indonesian, the language that unites us. We communicate in a variety of foreign languages on a regular basis, and many people also combine these languages with Indonesian. As a result, we must preserve the Indonesian language and contribute to its existence. The younger generation should effectively protect the Indonesian language in the age of globalization, as stated in the youth oath. Keywords: Indonesian Language, National Identity, Globalization, Young Generation