Sekitar tanggal 12 Juni 2015, Aljazeera.com menyampaikan bahwa India adalah negara dengan buruh anak-anak termiskin di dunia, dengan jumlah kurang lebih dari 28 juta anak-anak. Di hampir seluruh dunia saat itu terdapat kurang lebih dari 150 juta anak-anak berusia 5-15 tahun yang memungkinkan terlibat di jalur perdagangan. Laporan PBB di tahun yang sama menyatakan 300 juta manusia hidup dalam tekanan kemiskinan di india. Kendati demikian india telah mengerjakan hukum perburuhan yang melarang Pabrik-pabrik mempekerjakan anak-anak di bawah usia 14 tahun, akan tetapi Perdana Menteri Narendra Modi “hanya” akan mengamandemen peraturan hukumnya dan tidak menghilangkannya. Alasan penguasa India agar tetap membolehkan anak-anak bekerja ialah suatu hal yang sudah semestinya andaikata anak petani membantu sanak familinya setelah jam pelajaran. Jadi, pelaku usaha tidak menginginkan wujud pekerjaan dalam komoditi tersebut tidak boleh karena produsennya anak-anak. The Bachpan Bachao Andolan (BBA), adalah LSM yang diketuai oleh yang menjuarai Nobel Perdamaian 2014, Kailash Satyarthi memberikan masukan amandemen RUU yang akan diaplikasikan oleh PM India, “Saat ini anak-anak di bawah usia 14 tidak diizinkan untuk 18 macam pekerjaan dan 65 macam dalam proses dengan alasan dianggap membahayakan. Kendati demikian harus di mengerti juga, ada sudut pandang berbeda jelas antara anak-anak yang bekerja untuk sanak famili dan pekerja anak yang berkaitan dengan perusahaan keluarga. Buruh anak sangat perlu diterangkan ciri-cirinya secara spesifik dan secara jelas dalam undang-undang agar anak-anak tidak dieksploitasi pada nama pekerjaan yang bergolongan keluarga. Pada dasarnya, mempekerjakan anak-anak untuk terlibat langsung dalam bisnis serta perburuhan telah menjadi hal tidak etis terorganisir terbesar di dunia dan hal demikian akan terus berkelanjutan dilakukan atas nama Perusahaan famili.