Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis disparitas putusan hakim dalam perkara tindak pidana penipuan berdasarkan Putusan No.156/Pid.B/2022/Pn.Lsm dan Putusan No.365/Pid.B/2023/Pn.Pbr. Perbedaan dalam putusan yang dijatuhkan terhadap kedua terdakwa, meskipun kasus yang ditangani memiliki karakteristik serupa, menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Kajian ini berupaya mengidentifikasi kriteria yang digunakan hakim dalam mempertimbangkan vonis serta implikasi dari disparitas putusan terhadap para pihak yang terkait. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sumber bahan hukum yang dianalisis terdiri dari bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta bahan hukum sekunder, seperti literatur, jurnal, dan doktrin hukum yang relevan. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif-analisis untuk menguraikan dasar pertimbangan hakim serta dampak hukum dari disparitas putusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas putusan dalam kedua perkara disebabkan oleh adanya kebebasan dan kemandirian hakim dalam memutus perkara, perbedaan geografis serta pendekatan masing-masing hakim dalam mempertimbangkan faktor meringankan dan memberatkan terdakwa. Selain itu, ketidakjelasan dalam perumusan Pasal 378 KUHP mengenai batas minimal dan maksimal kerugian serta tidak adanya ketentuan eksplisit mengenai denda turut berkontribusi pada disparitas tersebut. Akibatnya, disparitas putusan ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi terdakwa, korban, dan masyarakat, serta berpotensi mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana.