Komunikasi antara orang tua dan anak memainkan peran penting dalam pembentukan karakter dan kesehatan emosional anak. Namun, banyak orang tua tanpa sadar menggunakan pola komunikasi yang keras, seperti membentak atau "ngegas", yang justru berdampak negatif pada perkembangan psikologis anak. Pentingnya membentuk komunikasi yang empatik dan bebas amarah dalam mendidik anak terletak pada peran sentral komunikasi sebagai jembatan emosional antara orang tua dan anak. Komunikasi yang empatik yang melibatkan kemampuan untuk memahami perasaan, kebutuhan, dan perspektif anak, membantu anak merasa dihargai, aman, dan didengar. Sementara itu, komunikasi yang bebas amarah mencegah terbentuknya trauma, rasa takut, atau jarak emosional yang dapat mengganggu perkembangan psikologis anak. Jurnal ini membahas seni berbicara yang empatik dan konstruktif sebagai pendekatan alternatif dalam pola asuh. Melalui studi literatur dan analisis teori psikologi perkembangan, komunikasi interpersonal, serta konsep positive parenting dan non-violent communication (NVC), artikel ini menyoroti pentingnya penggunaan bahasa yang positif, nada yang tenang, dan teknik mendengarkan aktif. Ditekankan bahwa mendidik anak tanpa emosi meledak bukan berarti permisif, tetapi justru lebih efektif dalam menanamkan nilai dan kedisiplinan. Kesimpulannya, seni berbicara yang tepat tidak hanya memperkuat hubungan emosional antara orang tua dan anak, tetapi juga membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan sehat secara emosional.