Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Relasi Kuasa Pemerintah dan LSM dalam Menangani Kekerasan terhadap Perempuan di Jakarta Euginia; Erviantono, Tedi; Noak, Piers Andreas
Socio-political Communication and Policy Review Vol. 2 No. 1 (2025)
Publisher : Lenggogeni Data Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61292/shkr.201

Abstract

This study investigates the power relations between the government and NGOs in dealing with the increase in cases of Violence against Women (VAW) amid the Covid-19 pandemic in Jakarta, with the focus is outlining the challenges faced by FBB as an NGO when the increase in VAW cases occurs and exploring the dynamics of the relationship that is built between NGOs and the Government which is driven by different interests from the perspective of the theory of power relations which is then supported by the theory of the power cube. This study also highlights how the practice of power is carried out based on the interests of both actors which then shows that there is a dependency between the government as an information manager and FBB as an actor fighting for the public's right to know. However, in the issue of violence against women during the pandemic, the relationship between the government and FBB appears more separate. Both work independently without any clear integration. Meanwhile, Gaventa's Power Cube perspective shows complex and multidimensional power dynamics. The government as a policy maker has a responsibility to continue to open up space for aspirations for the community and non-governmental organizations such as FBB. On the other hand, FBB needs to utilize various forms of power—both visible, hidden, and invisible—to ensure that the voices of the community, especially vulnerable groups, are heard and considered in public policy. With this approach, synergy between the government and NGOs can have a greater impact in addressing the social and humanitarian challenges faced by the community, including the issue of violence against women. Abstrak Penelitian ini menyelidiki relasi kuasa antara pemerintah dan LSM dalam menangani peningkatan kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di tengah pandemi Covid-19 di Jakarta, dengan fokus untuk menguraikan tantangan yang dihadapi FBB sebagai LSM saat peningkatan kasus KtP terjadi dan mengeksplorasi dinamika hubungan yang terbangun di antara LSM dan Pemerintah yang didorong oleh kepentingan yang berbeda dari sudut pandang teori relasi kuasa yang kemudian didukung oleh teori kubus kekuasaan. Penelitian ini juga menyoroti bagaimana praktik kekuasaan dilakukan berdasarkan kepentingan kedua aktor yang kemudian menunjukan bahwa ada ketergantungan antara pemerintah sebagai pengelola informasi dan FBB sebagai aktor yang memperjuangkan hak masyarakat untuk mengetahui. Namun, dalam isu kekerasan terhadap perempuan selama pandemi, relasi antara pemerintah dan FBB tampak lebih terpisah. Situasi ini mencerminkan dimensi "disjuncture" dalam relasi kuasa. Sementara perspektif Kubus Kekuasaan Gaventa memperlihatkan dinamika kekuasaan yang kompleks dan multidimensi. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan memiliki tanggung jawab untuk terus membuka ruang aspirasi bagi masyarakat dan organisasi non-pemerintah seperti FBB. Di sisi lain, FBB perlu memanfaatkan berbagai bentuk kekuasaan—baik terlihat, tersembunyi, maupun tak terlihat—untuk memastikan bahwa suara masyarakat, khususnya kelompok rentan, tetap didengar dan diperhatikan dalam kebijakan publik. Dengan pendekatan ini, sinergi antara pemerintah dan LSM dapat memberikan dampak yang lebih besar dalam mengatasi tantangan sosial dan kemanusiaan yang dihadapi masyarakat, termasuk isu kekerasan terhadap perempuan. Kata Kunci: Relasi Kuasa, Dimensi Kekuasaan, Perlindungan Perempuan, Perbedaan Kepentingan