Dalam era berita yang semakin banyak tentang kekerasan seksual, kekhawatiran terhadap kejahatan ini semakin meningkat, terutama di kalangan orang tua dan anak-anak. Masyarakat mendesak untuk menghukum pelaku kekerasan seksual dengan tegas. Salah satu usaha untuk memberantas kekerasan seksual terhadap anak dan memberi efek jera pada pelaku adalah melalui hukuman tambahan seperti tindakan kebiri kimia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah tindakan kebiri telah diterapkan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah PN Pangkalpinang. Selain itu, penelitian ini juga akan mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kebiri di wilayah tersebut, serta melihat vonis hukum terberat yang pernah diberikan oleh PN Pangkalpinang dalam kasus ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, yang melibatkan analisis data sekunder dan penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer. Namun, implementasi kebiri kimia di wilayah Pangkalpinang masih belum ada karena kontroversi seputar pelaksanaannya yang dianggap melanggar hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan. Selain itu, kasus-kasus di wilayah tersebut belum mencapai tingkat keparahan yang memungkinkan pemberian hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Keputusan mengenai hal ini sepenuhnya tergantung pada pengadilan dan hakim yang menangani kasus tersebut. Berdasarkan data dari PN Pangkalpinang, hukuman terberat yang pernah diberikan kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 100.000.000, dengan opsi pidana kurungan selama satu bulan jika denda tidak dibayarkan. Vonis ini dijatuhkan pada tahun 2016 atas nama terdakwa Musa Bin Aroni.