Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The Norm of Marriage Age Limit and Cultural Contestation of Child Marriage Law in Rural Communities Syahrudin Hidayat; Abdul Ghofur; Ummul Baroroh
Jurnal Hukum Islam Vol 21 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/jhi_v21i1_03

Abstract

Changes in state legal norms regarding the age limit for marriage have been implemented to reduce the number of child marriages in Indonesia. However, child marriage is still practised, especially in rural areas of Central Java. This paper discusses three main problems, namely the prevalence of child marriage in rural areas, the dominance of tradition and dogmatic understanding of religion, the impact of poverty and social media technology as factors influencing child marriage in rural communities, and the transformation of social engineering through education and economic improvement to overcome the problem. child marriage in rural areas. This legal sociology research uses a qualitative approach.  Data analysis techniques use interactive models. The study shows that the prevalence of child marriage increased by 300% after changes in norms regarding the age limit for marriage, especially in rural communities. This happens because child marriage in rural communities is a tradition passed down through generations. Traditions and religious norms understood by rural communities as allowing child marriage have become an unwritten legal system implemented by the community. Changes in state legal norms regarding marriage age limits have the potential to disrupt established social institutions, so that sociologically they are not binding as norms for rural communities, giving rise to an apathetic public response. Therefore, efforts to improve the education and economic systems with a holistic approach are very effective in overcoming the problem of child marriage in rural communities.
ISBAT NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PENOLAKAN PERMOHONAN ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA PEMALANG TAHUN 2021) Idah Farida; Nur khoirin YD; Ummul Baroroh
LEX et ORDO Jurnal Hukum dan Kebijakan Vol. 1 No. 1 (2023): Oktober
Publisher : Awatara Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena tingginya kasus pernikahan siri menimbulkan berbagai permasalahan hukum yang dapat merugikan suami, istri maupun anak. solusi dari nikah siri ialah dengan isbat nikah. Sebagaimana pada Tahun 2021 Pengadilan Agama Pemalang menerima kasus permohonan Isbat Nikah terbanyak dibandingkan dengan Pengadilan Agama lainya yang ada di Jawa Tengah, dengan jumlah 84 Putusan isbat nikah. Adapun permohonan tersebut tidak semua dikabulkan oleh hakim, terdapat 2 putusan yang gugur, 3 dicabut dan juga 2 putusan yang ditolak. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membahas akibat hukum penolakan isbat nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Pemalang Tahun 2021 terhadp anak dan harta perkawinan. jenis penelitian yang digunakan ialah library research yang bersifat kualitatif, dan sumber data primer dalam penelitian ini ialah data salinan Putusan Isbat Nikah pada tahun 2021. Sedangkan data sekunder ialah buku yang berkaitan dengan perkawinan, hak anak serta harta bersama dalam perkawinan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa penolakan isbat nikah pada putusan No.0118/Pdt.P/2021/PA.Pml dan No.0561/Pdt.P/2021/PA.Pml bahwasanya kedua perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan yang telah diatur dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam. Oleh sebab itu hakim menolak permohonan isbatnya dan perkawinannya dianggap tidak sah baik secara agama maupun negara. Dengan demikian dalam istri tidak berhak menerima dan menuntut pembagian harta bersama, disisi lain kasus seperti ini status dan hak anak juga menerima kerugian dan perlakuan tidak adil. Akan tetapi Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan uji materil dalam No.46/PUU-VIII/2010 terhadap Pasal 43 ayat (1) UUP, dalam putusanya mencerminkan keadilan dan perlindungan hukum secara keperdataan bagi anak yang terlahir diluar perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya. Oleh sebab itu, putusan MK ini diharapkan menjadi terobosan baru bagi hukum perkawinan Indonesia.