Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pattern Recognition untuk Klasifikasi Penyakit Kanker Kulit menggunakan Artificial Intelligence (AI) Sari Handayani Pusadan; Suriyanti; Andriar Makahrun; Mohammad Yazdi; Zakiani Sakka
Jurnal Informatika dan Kesehatan Vol. 2 No. 1 (2025): IKN : Jurnal Informatika dan Kesehatan
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/ikn.v2i1.3563

Abstract

This research aims to classify skin cancer images using an artificial intelligence method called Convolutional Neural Networks (CNN). The study focuses on classifying skin cancer into 7 categories, using data from the International Skin Imaging Collaboration (ISIC). We employed the CNN algorithm to train the model, which involved learning features, classifying images, and optimizing the model. To evaluate the model's performance, we experimented with different training data proportions (70%, 80%, and 90%), dropout rates (0.5, 0.6, 0.7, and 0.8), and batch sizes (8, 16, 32, 64). The best results were achieved with 80% of the data for training, a dropout rate of 0.4, and a batch size of 16, resulting in an accuracy of 83.22%.   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan metode kecerdasan buatan melalui algoritma Convolution Neural Network (C-NN) untuk mengklasifikasikan citra kanker kulit. Objek pada penelitian ini adalah klasifikasi kanker kulit dengan berdasarkan 7 kategori kanker kulit, sedangkan Data yang digunakan oleh peneliti adalah data  yang bersumber dari The International Skin Imaging Collaboration (ISIC). Metode yang digunakan peneliti adalah Algoritma Convolutional Neural Networks (CNN). Pada data training dilakukan pembelajaran fitur, klasifikasi, dan optimum model, dimana proses ini merupakan implementasi algoritma yang digunakan. Skenario pengujian dengan indikator skenario pengujian yaitu pembagian data training 70%, 80%, dan 90%, inisialisasi Dropout layer bernilai 0.5, 0.6, dan 0.7, dan 0,8 dan Batchsize bernilai 8, 16, 32, 64. Kesimpulan dari Penelitian ini adalah mendapatkan model terbaik dengan nilai akurasi 83.22% dari komposisi  data Taining 80%, Dropout 0.4 dan Batchsize 16.
IN VITRO COMPARISON OF MINIMAL INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) GRISEOFULVIN, ITRACONAZOLE, AND TERBINAFINE AGAINST THE CAUSATIVE AGENT OF DERMATOPHYTOSIS ON GLABROUS SKIN IN MAKASSAR Sari Handayani; Zakiani Sakka; Safruddin Amin; Nasrum Massi
Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Vol 7 No 01 (2025): April
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/ma.v7i01.299

Abstract

ABSTRAK Dermatofitosis adalah infeksi jamur golongan dermatofit, yaitu organisme yang menyerang jaringan keratin pejamunya. Tiga genus dermatofit yaitu: Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton.Menentukan KHM griseofulvin, itrakonazol dan terbinafin terhadap isolat agen penyebab dermatofitosis kulit glabrous. Pengambilan data deskriptif potong lintang dengan uji kepekaan griseofulvin, itrakonazol dan terbinafin terhadap isolat koloni dermatofit yang tumbuh melalui tehnik mikrodilusi kaldu pada Laboratorium Mikrobiologi RS Pendidikan UNHAS Makassar. Griseofulvin, itrakonazol dan terbinafin peka terhadap sebagian besar agen penyebab dermatofitosis pada kulit glabrous di Makassar yaitu dengan persentase kepekaan griseofulvin 96,15%, itrakonazole 96,30% dan terbinafin 100% dari 27 isolat dermatofit yang dapat diidentifikasi. Spesies yang telah resisten terhadap griseofulvin adalah Trichophyton rubrum, spesies yang resisten terhadap itrakonazole adalah Microsporum audouinii sedangkan terbinafin peka terhadap keduaSpesies Trichophyton dan Microsporum.KHM Itrakonazole lebih rendah dari griseofulvin dan lebih tinggi dibanding Terbinafin mengindikasikan bahwa terbinafin merupakan antifungal yang lebih peka dibanding kedua golongan obat tersebut. ABSTRACT Dermatophytosis is a fungal infection of the dermatophyte group, namely organisms that attack the keratin tissue of their host. The three genera of dermatophytes are: Epidermophyton, Microsporum and Trichophyton. Objectives: Determine the MIC of griseofulvin, itraconazole and terbinafine against isolates of the causative agent of glabrous skin dermatophytosis. Methods: Collecting descriptive cross-sectional data using griseofulvin, itraconazole and terbinafine sensitivity tests on dermatophyte colony isolates growing using the broth microdilution technique at the Microbiology Laboratory of the Makassar UNHAS Teaching Hospital. Result: Griseofulvin, itraconazole and terbinafine were sensitive to most of the agents that cause dermatophytosis on glabrous skin in Makassar, namely with a sensitivity percentage of griseofulvin 96.15%, itraconazole 96.30% and terbinafine 100% of the 27 dermatophyte isolates that could be identified. The species that is resistant to griseofulvin is Trichophyton rubrum, the species that is resistant to itraconazole is Microsporum audouinii while terbinafine is sensitive to both Trichophyton and Microsporum species. Conclusions: The MIC of Itraconazole is lower than griseofulvin and higher than Terbinafine, indicating that terbinafine is a more sensitive antifungal than these two groups of drugs.