Sindrom Metabolik terjadi ketika seseorang memiliki setidaknya tiga dari enam kondisi, yaitu obesitas sentral, mikroalbuminuria, dislipidemia, hipertensi, kadar glukosa darah tinggi (diabetes), dan indeks massa tubuh yang tidak normal. Pola makan pada remaja dapat memengaruhi terjadinya peningkatan faktor kejadian sindrom metabolik. Perubahan gaya hidup dari gaya hidup tradisional menjadi sedentari (kurang gerak) turut berkontribusi terhadap pola makan yang meningkatkan risiko obesitas pada remaja. Remaja yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih tinggi pada hiperlipidemia, hipertensi, resistensi insulin dan diabetes tipe 2 serta sindrom metabolik. Peneliti tertarik melihat hubungan asupan protein dan sedentary lifestyle dengan risiko sindrom metabolik pada remaja di SMA Batik 1 Surakata. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan sampel sebanyak 65 remaja yang dipilih melalui metode proporsional random sampling. Faktor yang diteliti meliputi konsumsi protein, gaya hidup sedentari, dan sindrom metabolik. Konsumsi protein dalam satu bulan terakhir dihitung menggunakan instrumen SQ-FFQ, sementara gaya hidup sedentari diukur dengan kuesioner ASAQ yang mencakup aktivitas selama seminggu terakhir. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara asupan protein dengan risiko sindrom metabolic (p value yaitu 0,005) dan sedentary lifestyle dengan risiko sindrom metabolic (p value yaitu 0,011). Remaja yang mengkonsumsi protein secara berlebih dan melakukan sedentary lifestyle yang tidak baik sebagian besar berisiko mengalami sindrom metabolik.