Indonesia berencana untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030 untuk mengatasi penggunaan energi fosil yang tinggi. Salah satu strateginya adalah PT PLN mengimplementasikan teknologi pembakaran biomassa di 52 pembangkit listrik pada tahun 2025. Namun, keberlanjutan pasokan menjadi tantangan tersendiri, dengan penelitian yang belum memadai dan hanya 33,52% yang tercatat di pabrik penggilingan. Penelitian ini menghitung ketersediaan sekam padi untuk pembakaran biomassa di Kabupaten Indramayu, daerah penghasil beras terbesar di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan spasial, survei, wawancara, dan Quantum GIS (QGIS) versi 3.22.12, peta visual ketersediaan sekam padi dibuat. Data dari 95 penggilingan padi (79 kecil, 12 menengah, 4 besar) menunjukkan potensi sekam harian masing-masing sebesar 0,87, 4,83, dan 10,74 ton. Data produksi nasional memperkirakan ketersediaan sekam padi tahunan sebesar 272.106 ton. Analisis spasial dari survei dan wawancara mengindikasikan 601.669 ton/tahun, sementara distribusi menurut skala penggilingan menunjukkan 588.861 ton/tahun. Persaingan penggunaan sekam padi cukup tinggi untuk industri seperti genteng, batu bata, dan semen, dengan fraksi pemulihan sebesar 13,23%, 17,50%, dan 23,33% pada saat panen, serta 3,90%, 10%, dan 15% pada saat tidak panen. Sekam padi yang tersedia di Indramayu untuk bahan bakar biomassa adalah 77.102,17 ton/tahun. Jumlah ini berkontribusi sebesar 0,78% terhadap kebutuhan biomassa nasional dan 45,56% terhadap kebutuhan PLTU Indramayu. Kebijakan yang mendorong penggunaan dan pengelolaan sekam padi di daerah penghasil padi diperlukan untuk meningkatkan implementasi pembakaran biomassa.