ah memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik sebagai kebutuhan primer maupun sebagai aset strategis. Salah satu bentuk kepemilikan tanah peninggalan administratif kolonial yang masih menjadi perdebatan adalah Letter C, terutama dalam konteks wakaf. Meskipun diakui sebagai bukti kepemilikan dalam beberapa regulasi, namun yurisprudensi Mahkamah Agung menyatakan bahwa Letter C hanya bukti pembayaran pajak, bukan bukti kepemilikan yang sah, dan hal ini memerlukan segala proses untuk menjadikan tanah letter C menjadi sertifikat wakaf agar kepastian hukumnya terjamin. Penelitian ini mengkaji problematika perlindungan hukum tanah berstatus Letter C dalam proses wakaf di Indonesia yang menimbulkan kendala serius dalam legalisasi wakaf sebagaimana kasus di Kabupaten Batang pada 2009 ketika Hj. Pateni mewakafkan tanahnya kepada Pondok Pesantren Ki Agung Fatkhutieh yang hingga kini belum selesai proses legalisasinya. Rumusan masalah penelitian ini berfokus pada status perlindungan hukum tanah Letter C dalam sistem pertanahan Indonesia, proses sertifikasi tanah wakaf yang berasal dari Letter C menurut peraturan yang berlaku, dan perlindungan hukumnya dalam menghadapi potensi sengketa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, penelitian ini menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan data primer dari literatur serta wawancara dengan ahli pertanahan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tanah Letter C berada dalam posisi rentan secara hukum dengan tenggat waktu 2026 untuk formalisasi kepemilikan, proses sertifikasi tanah wakaf memerlukan koordinasi antar lembaga yang lebih baik, dan perlindungan hukumnya masih lemah tanpa sertifikat formal, sehingga direkomendasikan agar pemerintah mempercepat implementasi program pendaftaran tanah untuk proses wakaf dari tanah Letter C, dan perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sertifikasi kepemilikan tanah untuk menghindari sengketa di masa depan.