Pemerintah Provinsi Jawa Timur menangani beragam permasalahan di bidang pendidikan melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2019 tentang Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan pada Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Dan Swasta di Provinsi Jawa Timur yang bertujuan untuk membebaskan siswa SMA/SMK dari SPP. Kebijakan ini juga dipopulerkan sebagai Program Pendidikan Gratis Berkualitas (TisTas). Pada periode awal diterapkan yaitu tahun 2019, kebijakan ini mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Namun hingga tahun 2024, kebijakan ini menuai banyak permasalahan yaitu praktik pungli. Bahkan di Kota Surabaya, yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur, serta daerah penerima dana BPOPP paling tinggi dibanding kota/kabupaten lain di Jawa Timur juga masih ditemukan praktik pungli yang dilakukan oleh pihak sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis 'the grey area' pada kebijakan kebijakan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2019 dengan mengkaji lebih dalam persepsi publik terhadap implementasi kebijakan tersebut.. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan melibatkan 15 informan yang dipilih melalui teknik purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2019 menciptakan beragam persepsi publik dan berada dalam area abu-abu atau the grey area, dimana tidak sepenuhnya berhasil namun juga tidak sepenuhnya gagal. The grey area pada 2 dimensi yaitu policy as process dan policy as program dikategorikan sebagai conflicted success. Sementara itu, dimensi policy as politics dikategorikan sebagai precarious success.