Penulis mengangkat permasalahan atas Paradigma Pengarusutamaan Gender Dan Anak Bagi Mediator Hakim Terhadap Perceraian (Studi Di Pengadilan Agama Kota Tarakan). Pilihan judul tersebut dilatarbelakangi oleh program Pemerintah yaitu Pengarusutamaan Gender dan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum sebagai bentuk dukungan terhadap program Pengarusutamaan Gender yang dicanangkan oleh Pemerintah. Hal ini tentunya mempertanyakan kembali efektivitas atas diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 terhadap perempuan yang behadapan dengan huku terutama terkait perkara gugat cerai. Dampak pemberlakuan Program Pengarusutamaan Gender dan Peraturan Mahkmah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentunya memberi efek kepada masyarakat dan juga instansi terkait yang berhubungan dengan perceraian, sehingga perlunya peraturan tersebut dikaji kembali agar berjalan seperti tujuan awalnya, yang tentunya mencapai kesetaraan gender. Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris dengan menggunakan metode pendekatan normatif-empiris. Adapun metode pengambilan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi di beberapa instansi yang berhubungan langsung dalam penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, diberlakukannya program Pengarusutmaan Gender dan Peraturan Mahkamh Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum bertujuan untuk mencegah diskriminasi dan bias gender dalam masyarakat. Kedua, Mahkamah Agung Republik Indonesia sadar bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan mengalami diskriminasi oleh sebab itu Mahkamah Agung Republik Indonesia mengesahkan Peraturan Mahkmah Agung Nomor 3 Tahun 2017 guna menjamin perlindungan kaum perempuan dan anak dari bentuk diskriminasi apapun selama berurusan di Pengadilan. Ketiga, Mediator Hakim di Pengadilan Agama Kota Tarakan sudah paham mengenai konsep kesetaraan gender dan menerapkan konsep kesetaraan gender pada setiap proses mediasi yang dijalani. Pemberlakukan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum dapat menjadi pedoman bagi Mediator Hakim maupun Hakim diseluruh Indonesia agar tercegah dari tindakan diskriminasi dan bias gender mengingat Mediator Hakim harus betindak netral sesuai denga isi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.