Globalization brings with it many new cultures and values, which have gradually caused the local wisdom of the Sasak tribe to fade. However, the erosion of Sasak local wisdom—due to globalization, pandemics, weak educational transmission, and cultural shifts—has prompted community leaders and government actors to intensify efforts to preserve it. This study aims to identify and describe the efforts of the village government, religious leaders, traditional leaders, and youth leaders in revitalizing local wisdom so that it remains relevant to the noble values upheld by the Sasak people amidst global developments, while also fostering social harmony. This qualitative research adopts an ethnographic approach and utilizes various data collection methods, including observation, interviews, and documentation. The results show several key efforts in revitalizing local wisdom values: (1) village heads organize cultural events and festivals, celebrate village anniversaries with local wisdom themes, restore historically significant buildings, address community needs, and collaborate on curriculum development; (2) religious leaders conduct weekly religious studies and organize Islamic holiday celebrations; (3) traditional leaders provide training on sorong serah aji krame, foreign languages, and traditional attire; (4) youth leaders establish the “Remaje Sasak” community as a center for information, learning, and the practice of local wisdom. These efforts are expected to serve as a platform for the Sasak people—especially the younger generation—to maintain, inherit, and live out the values embedded in their cultural heritage. The implications of this study suggest that integrated collaboration among local leaders and stakeholders can serve as a model for other communities striving to preserve their cultural identity amid the forces of globalization. Globalisasi membawa banyak budaya dan nilai baru yang secara bertahap menyebabkan nilai-nilai kearifan lokal suku Sasak memudar. Namun, terkikisnya kearifan lokal Sasak—yang disebabkan oleh globalisasi, pandemi, lemahnya transmisi pendidikan, dan pergeseran budaya—mendorong para pemimpin masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat upaya pelestariannya. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan upaya pemerintah desa, pemimpin agama, pemimpin adat, dan pemimpin pemuda dalam merevitalisasi kearifan lokal agar tetap relevan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sasak di tengah perkembangan global, sekaligus membina keharmonisan sosial. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan etnografi dan memanfaatkan berbagai metode pengumpulan data, termasuk observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan beberapa upaya utama dalam merevitalisasi nilai kearifan lokal, yaitu: (1) kepala desa menyelenggarakan acara dan festival budaya, merayakan hari jadi desa dengan tema kearifan lokal, merestorasi bangunan bersejarah, memenuhi kebutuhan masyarakat, dan berkolaborasi dalam pengembangan kurikulum; (2) pemimpin agama mengadakan pengajian rutin mingguan dan perayaan hari besar Islam; (3) pemimpin adat menyelenggarakan pelatihan sorong serah aji krame, bahasa asing, dan pakaian tradisional; (4) pemimpin pemuda membentuk komunitas “Remaje Sasak” sebagai pusat informasi, pembelajaran, dan praktik kearifan lokal. Upaya-upaya ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi masyarakat Sasak—khususnya generasi muda—untuk mempertahankan, mewariskan, dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam warisan budaya mereka. Implikasi dari studi ini menunjukkan bahwa kolaborasi terpadu antara para pemimpin lokal dan pemangku kepentingan dapat menjadi model bagi komunitas lain yang berupaya melestarikan identitas budaya mereka di tengah arus globalisasi.