Adat naikkah rasan ini cenderung mengikuti tradisi nenek moyang yang sangat perlu dilakukan. Di dalam masyarakat adat Semende, terutama di Desa Sekipi, Kecamatan Abung Tinggi hingga saat ini masih ada yang menerapkan sistem tradisi naikkah rasan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pelaksanaan tradisi adat naikkah rasan dalam perkawinan di desa Sekipi? Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap tradisi naikkah rasan dalam perkawinan di desa Sekipi kecamatan abung tinggi Kabupaten Lampung Utara?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Reseach). Dalam hal ini, peneliti menganalisa praktek masyarakat terhadap tradisi naikkah rasan ini dan berbagai tanggapan mereka tentang perkembangan adat sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan tradisi naikkah rasan dalam perkawinan adat Semende di Desa Sekipi ini secara pelaksanaannya harus dilakukan. Bisa juga dikatakan wajib karena untuk mempertemukan calon mempelai pria dengan wanita untuk membahas berkenaan dengan penentuan rasan (Acara) yang juga menentukan hari akad pernikahan. Dalam pelaksanaan tradisi naikkah rasan ini dipertemukannya terlebih dahulu kedua belah pihak para orang tua dari pihak pria dan wanita untuk berkompromi atau mendiskusikan prihal pernikahan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Menurut tinjaun hukum Islam tradisi naikkah rasan dalam perkawinan adat semende yang dilakukan masyarakat adat semende di Desa Sekipi ini tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena tradisi naikkah rasan adalah suatu hal yang baik dilakukan sebelum perkawinan serta memperjelas suatu hubungan yang belum halal untuk menjadi suatu hubungan yang halal. Hal ini adalah suatu ajaran yang di perbolehkan dalam ajaran agama Islam. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa acara ini dilakukan sebelum perkawinan. Yang bertujuan untuk memastikan kapan akan dilaksankannya dan mempererat jalin silaturahmi antar keluarga kedua belah pihak.