Rifai, Hanna Haris
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Kebijakan pemerintah kolonial dalam mengatasi tijgerplaag (wabah harimau) di Pantai Barat Sumatra (1862 – 1942) Rifai, Hanna Haris; Sunjayadi, Achmad
Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 19, No 1 (2025): Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya dan Pengajarannya
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um020v19i12025p1-20

Abstract

In the 19th and early 20th centuries tigers were considered a pest or plague (tijgerplaag) in the Dutch East Indies. One of the areas with the highest tiger population was Sumatras's Westkust (West Coast of Sumatra). This research analyzes the colonial government's efforts in dealing with tijgerplaag on the West Coast of Sumatra. This qualitative research is an environmental history research using the historical method. The results showed that the colonial government's policy to exterminate tijgerplaag on the West Coast of Sumatra was ineffective, so that the population of Sumatran tigers was still greater than Balinese and Javanese tigers at the end of the Dutch colonial period in Indonesia. In addition, the Minangkabau people had beliefs about tigers that conflicted with the colonial government's desire to exterminate the tijgerplaag. In this case, the colonial government did not make efforts to conserve the Sumatran tiger, so this animal continues to be hunted. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 harimau dianggap sebagai hama atau wabah (tijgerplaag) di Hindia Belanda. Salah satu daerah dengan populasi harimau tertinggi adalah Sumatras’s Westkust (Pantai Barat Sumatra). Penelitian ini menganalisis upaya pemerintah kolonial dalam menangani tijgerplaag di Pantai Barat Sumatra. Penelitian kualitatif ini merupakan penelitian sejarah lingkungan dengan menggunakan metode sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah kolonial untuk memusnahkan tijgerplaag di Pantai Barat Sumatra berjalan tidak efektif, sehingga populasi harimau sumatra masih lebih banyak dibandingkan harimau bali dan jawa pada akhir masa kolonial Belanda di Indonesia. Di samping itu, masyarakat Minangkabau memiliki kepercayaan tentang harimau yang bertentangan dengan keinginan pemerintah kolonial untuk memusnahkan tijgerplaag. Dalam hal ini pemerintah kolonial tidak melakukan upaya konservasi terhadap harimau sumatra, sehingga satwa ini terus diburu.