Diskresi merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang terhadap aparat penegak hukum, untuk bertindak dan mengambil keputusan menurut penilaiannya sendiri, telah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Kewenangan diskresi diberikan untuk memudahkan aparat penegak hukum mengatasi permasalahan yang tidak diatur, atau tidak diatur secara terperinci dalam peraturan perundang-undangan. Di Polresta Padang, perkara KDRT merupakan perkara yang paling banyak diselesaikan dengan diskresi. Permasalahan yang dibahas adalah, faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan diskresi pada perkara KDRT dan apa kendala serta upaya mengatasi kendala pada saat pelaksanaan diskresi pada penyelesaian perkara KDRT di Polresta Padang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Yuridis Empiris. Dari hasil penelitian, pelaksanaan diskresi pada perkara KDRT dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu: faktor substansi hukum, faktor petugas yang menangani perkara, dan faktor fasilitas. Faktor eksternal, yaitu: persetujuan dari pelapor agar perkara didiskresikan, dan faktor ekonomi. Hambatan yang ditemukan pada pelaksanaan diskresi oleh tim penyidik, diantaranya: adanya intervensi dari pihak ketiga, sulit untuk mendapatkan bukti, emosi dan trauma yang dihadapi oleh korban, stigma negative dari masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Upaya yang dilakukan penyidik kepolisian untuk mengatasi kendala, yaitu: memberikan penjelasan kepada korban terkait alasan mengapa penggunaan diskresi disarankan pada perkara yang sedang dihadapi, mengidentifikasi bukti/saksi yang diduga mengetahui permasalahan para pihak yang berperkara, memberikan kenyamanan dan rasa aman terhadap korban, serta memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan penanganan perkara KDRT dan penggunaan diskresi oleh kepolisian.