Perkembangan teknologi informasi mendorong transformasi layanan perbankan menuju sistem elektronik yang memungkinkan transaksi lebih mudah dan efisien. Namun, hal ini memunculkan persoalan serius menyangkut upaya menjaga kerahasian infirmasi pribadi nasabah yang rentan terhadap penyalahgunaan dan kebocoran. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk pelanggran yang dilakukan oleh perbankan yang dapat dikategorikan sebagai pencurian data pribadi nasabah dan mengenai tanggung jawab hukum perbankan dalam melindungi data pribadi nasabah. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan studi kasus. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pelanggaran berupa pengungkapan data pribadi tanpa persetujuan merupakan pelanggaran serius, Kebocoran data elektronik akibat kelalaian penyelenggara sistem, khususnya perbankan, merupakan bentuk pelanggaran yang tidak dapat diabaikan, Penyalahgunaan data pribadi, seperti penggunaan informasi nasabah untuk promosi tanpa izin, sering terjadi dalam praktik perbankan dan bank memiliki tanggung jawab hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta regulasi sektor keuangan dari Otoritas jasa keuangan serta Bank Indonesia. Meski demikian, perlindungan data di sektor perbankan masih menghadapi kendala, seperti lemahnya sistem keamanan, belum efektifnya otoritas pengawas data, dan rendahnya literasi hukum nasabah. Kondisi ini menimbulkan risiko kerugian hukum dan sosial, serta menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap perbankan digital. Penelitian ini merekomendasikan penguatan tata kelola keamanan data, pembentukan lembaga pengawas independen, dan edukasi hukum kepada masyarakat.