Perkembangan teknologi digital yang pesat telah secara signifikan mengubah cara masyarakat mengakses dan menyebarkan informasi. Media sosial, sebagai salah satu platform pesan yang paling banyak digunakan, memfasilitasi pertukaran informasi secara cepat melalui fitur grup dan penerusan pesan. Namun, kemudahan ini juga menghadirkan tantangan serius, khususnya maraknya penyebaran berita bohong (hoaks) yang dapat menimbulkan misinformasi, keresahan sosial, dan polarisasi. Mahasiswa, sebagai generasi digital, diharapkan mampu bertindak sebagai penyaring informasi yang kritis sekaligus menjadi warga digital yang bertanggung jawab. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kompetensi literasi digital mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dalam menghadapi penyebaran hoaks melalui media soail. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara semi-terstruktur dan observasi partisipatif terhadap 15 informan dari berbagai fakultas. Studi ini menerapkan kerangka literasi digital Paul Gilster (1997) yang mencakup empat komponen utama: pencarian internet, navigasi hipertextual, evaluasi konten, dan perakitan pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun mahasiswa menyadari adanya hoaks, banyak dari mereka masih kurang memiliki keterampilan berpikir kritis serta metode sistematis untuk memverifikasi informasi. Penelitian ini merekomendasikan penerapan program literasi digital yang terstruktur, diintegrasikan ke dalam kurikulum akademik, dan didukung oleh lokakarya praktis guna meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam menghadapi misinformasi serta menjadi pengguna yang bertanggung jawab di lingkungan digital.