Pesatnya perkembangan teknologi digital telah berdampak signifikan pada pola interaksi sosial masyarakat, termasuk munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru seperti cyberbullying. Anak-anak dan perempuan adalah kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan digital ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas perlindungan hukum bagi kelompok rentan dalam menangani cyberbullying, dengan studi kasus di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif dan pendekatan yuridis empiris. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi lapangan, dan kuesioner yang didistribusikan kepada 40 responden yang terdiri dari korban, aparat penegak hukum, pendidik, dan pegiat perlindungan anak/perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki kerangka hukum seperti UU ITE dan UU Perlindungan Anak, penerapan perlindungan bagi korban masih menghadapi berbagai kendala. Hambatan tersebut termasuk literasi digital yang rendah, prosedur pelaporan yang tidak ramah korban, kurangnya pemahaman penegakan hukum tentang kekerasan digital, dan kurangnya dukungan psikososial yang sistematis. Sebagian besar responden menyatakan bahwa akses terhadap perlindungan hukum masih terbatas dan kurang efektif. Temuan ini diperkuat oleh pengamatan di lapangan yang menunjukkan bahwa tidak ada sistem pelaporan berbasis digital yang mudah diakses oleh anak dan perempuan. Penelitian ini menekankan pentingnya reformasi hukum yang ramah korban, peningkatan kapasitas lembaga penegak hukum, dan integrasi pendidikan digital ke dalam sistem pendidikan. Perlindungan hukum terhadap cyberbullying tidak hanya membutuhkan pendekatan pidana, tetapi juga pendekatan restoratif yang memastikan pemulihan penuh hak-hak korban.