Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa efektivitas pelaksanaan program pengawasan terhadap aliran kepercayaan MLKI di masyarakat Cilacap dan mengetahui hambatan-hambatan pada pelaksanaan program pengawasan terhadap aliran kepercayaan MLKI di masyarakat cilacap. Untuk menghetahui hal tersebut penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-sosiologis, dengan spesifikasi peneltian yang bersifat deskriptif-analitis. Adapun sumber data pada penelitian ini yakni sumber data primer dan data sekunder yang berisi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun penelitian dilakukan di Kejaksaan Negeri Cilacap dengan subjek penelitian Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa (MLKI). Teknik pengumpulan data dengan cara menelaah data dari data primer yang dikumpulkan melalui proses wawancara terhadap informan, kemudian data sekunder melalui teknik studi pustaka terkait kejaksaan. Kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif dengan data-data tersebut akan diolah dan dianalisis secara sistematis, objektif dan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik tiga kesimpulan. Pertama, Program pengawasan terhadap aliran Aliran Kepercayaan Dan Aliran Keagamaan oleh Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Namun pelaksanaannya masih belum dapat terlaksana secara penuh dikarenakan budaya yang masih kompromistis baik pada masyarakat maupun dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam sistem hukum belum sepenuhnya efektiv. Kedua, Hambatan-hambatan pada pelaksanaan program pengawasan terhadap aliran Aliran Kepercayaan Dan Aliran Keagamaan oleh Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) diantaranya: karena koordinasi koordinasi dan kerjasama tidak berjalan dalam koridor yang benar, dikarenakan sumber daya manusia penegak hukum terkait masalah agama dan aliran kepercayaan masih rendah; Disisi lain terdapat pengaruh dan intervensi politik dan kekuasaan ke dalam dunia caturwangsa, terutama ke badan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman; Kurangnya dukungan sarana atau fasilitas yang memadai, yakni tenaga manusia yang berpendidikan tinggi dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya; Masyarakat yang belum sadar atas hak kebebasan beragama dan hak menganut kepercayaan; masih terdapat kecenderungan budaya masyarakat cilacap untuk meloloskan diri dari aturan yang berlaku menjadi-jadi.