Kasus kekerasan terhadap anak yang marak terjadi di Indonesia yaitu tindakan kekerasan seperti penganiayaan, pelecehan seksual. Hal ini tentu saja menjadi sulit dikarenakan dapat merusak jiwa mental dari anak tersebut. Dari beberapa tindakan pelecehan seksual dan penganiayaan yang paling memberi dampak besar bagi kerusakan jiwa dan mental dari anak tersebut. Tindak pelecehan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran hak asasi manusia (HAM) khususnya hak asasi anak (right of child). Banyak peraturan yang dibuat untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Namun pada realitanya, ternyata pasal-pasal yang diatur dan diterapkan sangatlah lemah sehingga tidak bisa membuat efek jera bagi pelaku tindak pidana pelecehan seksual pada anak. Rumusan masalah dalam penelinian ini yaitu; 1 Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIX/2021? Bagaimana dampak yuridis terhadap perlindungan anak setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIX/2021?. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan normatif. Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian hukum yuridis normatif adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berupa bahan hukum yang dipakai sebagai pendukung. Penemuan dari Penelitian ini ialah dampak Yuridis Terhadap Perlindungan Anak Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIX/2021, bahwa perlindungan anak yang bersifat yuridis menyangkut semua aturan hukum yang berdampak langsung bagi kehidupan seorang anak, dalam arti semua aturan hukum yang mengatur kehidupan anak, yang menjamin perlindungan anak sesuai dengan kebutuhannya agar mereka dapat melaksanakan hak-haknya dengan baik. Dalam penegakan hak-hak anak, faktor yang dapat mempengaruhi dapat diklasifikasikan menjadi faktor eksternal dan internal.