Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

BAGAIMANA PERAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL DLAM MENYELESAIKAN KONFLIK GENOSIDA TERHADAP MUSLIM ROHINGYA DI MYANMAR Udin Nurahman; Faturahman,S.H.,M.H; Maya Kiptiah
Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora Vol. 2 No. 3 (2024): Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora
Publisher : Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.572349/kultura.v2i3.1062

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui apa saja kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menagani kasus Kejahatan Genosida menurut Hukum Internasional dan bagaimana peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penyelesaian kasus dugaan Kejahatan Genosida Etnis Rohingya di Myanmar di mana dengan metode penelitian hukum normatif.Berdasarkan kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani kasus Kejahatan Genosida menurut hukum iternasional, Kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai oganisasi internasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kedamaian dan keamanan Internasional. Pada bab VI dan VIII Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dijelaskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mempunyai kewenangan untuk melindungi populasi dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mempunyai peran penting seperti dalam pencarin fakta-fakta dan penanganan bagi korban kejahatan genosida. Kejahatan genosida telah menjadi sorotan di dunia internasional, maka dari itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki tanggung jawab dan yang mempunyai kewenangan yang sangat penting dalam menangani kasus seperti ini. Maka dari itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus menjalankan perannya sesuai yang telah diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Berdasarkan pada pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), para pihak yang bersengketa (etnis Rohingya dan pemerintah Myanmar serta warga Myanmar), upaya hukum yang dapat dilakukan masyarakat internasional untuk menghentikan dan menyelesaikan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat yang terjadi di Myanmar yaitu dengan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan menggunakan mediasi terlebih dahulu. Apabila dengan cara tersebut tidak berhasil, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat mengajukan kasus yang terjadi ke peradilan internasional seperti Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) yang diatur dalam Statuta Roma 1998. Mahkamah Pidana Internasional juga mempunyai keterbatasan yurisdiksi yaitu yurisdiksi Ratione Temporis. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan model pengadilan baru seperti, Pengadilan Campuran (Hybrid Tribunal). Dalam perspektif hukum pidana internasional pada dasarnya sangat pantas diterapkan dalam menangani suatu masalah kejahatan internasional yang tidak dapat ditangani oleh Mahkamah Pidana Internasional maupun suatu negara tertentu yang terjadi suatu kejahatan internasional.