Penelitian ini menelaah bagaimana pemahaman agama memengaruhi partisipasi masyarakat dalam program Keluarga Berencana (KB) di Kota Tanjungpinang yang memiliki keragaman agama. Dengan desain studi kasus kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap 18 informan, terdiri atas tokoh agama, petugas KB, dan warga dari berbagai agama—Islam, Katolik, Protestan, dan Buddha. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan grounded theory untuk menemukan tema-tema utama secara induktif dari data lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa doktrin agama berperan penting namun tidak bersifat deterministik dalam membentuk keputusan ber-KB. Sebagian kelompok menganggap KB selaras dengan tanggung jawab moral dan ajaran agama, sementara yang lain menolaknya karena dianggap bertentangan dengan kehendak Tuhan. Variasi tafsir keagamaan, relasi gender, dan akses informasi sangat memengaruhi tingkat partisipasi. Penelitian ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara tokoh agama, lembaga kesehatan, dan pemerintah daerah dalam memperkuat penerimaan program KB melalui komunikasi yang sensitif budaya dan berbasis nilai keagamaan. This study explores how religious understanding influences community participation in the Family Planning (KB) program in Tanjungpinang, a city marked by religious diversity. Using a qualitative case study design, data were collected through in-depth interviews with 18 informants, including religious leaders, KB officers, and community members from different faiths—Islam, Catholicism, Protestantism, and Buddhism. The analysis was conducted using grounded theory to inductively derive key themes from field data. The findings reveal that religious doctrines play a significant yet non-deterministic role in shaping family planning decisions. Some groups view KB as aligned with moral and religious responsibility, while others reject it as contradicting divine will. Differences in interpretation, gender dynamics, and information access strongly influence community participation. The study highlights that collaboration between religious authorities, health institutions, and local governments can foster greater acceptance of KB programs through culturally sensitive and faith-based communication strategies.