Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Efek Samping Obat pada Pasien TB-MDR: Literature Review: Prevalence and Risk Factors for Adverse Drug Reactions in MDR-TB Patients: Literature Review Handari, Rahma Dewi; Ronoatmodjo , Sudarto
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI) Vol. 7 No. 3: MARCH 2024 - Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/mppki.v7i3.4700

Abstract

Latar belakang: Efek samping obat merupakan masalah kesehatan penting yang sering terjadi pada pengobatan Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB-MDR) dan berpengaruh pada kepatuhan pengobatan dan keberhasilan pengobatan. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran efek samping dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya efek samping obat pada pasien TB-MDR. Metode: PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses). Penelusuran literatur pada database Pubmed, Proquest, Scopus dan Science Direct. Kata kunci: “adverse event” “adverse drug reaction” “drug resistant” “MDR” “tuberculosis” “predicted factor”. Kriteria inklusi literatur berbahasa Inggris, full text, free open access, rentang waktu publikasi 10 tahun terakhir, dan memiliki desain studi analitik. Hasil: Berdasarkan hasil penelusuran di 4 database diperoleh total 468 artikel yang kemudian dilakukan proses skrining dan kelayakan melalui kriteria inklusi dan eksklusi hingga didapatkan 6 artikel yang dilakukan sintesis. Kesimpulan: Prevalensi efek samping pasien TB-MDR adalah 40-80,7%. Mayoritas pasien mengalami efek samping ototoxicity, arthralgia, gastrointestinal disease, psychiatric disturbance, hepatotoxicity, dermatologic disease. Faktor risiko yang berhubungan dengan efek samping adalah usia lebih tua, berat badan tinggi, status pasien yang bekerja, riwayat efek samping, riwayat pengobatan TB sensitive obat (SO), komorbiditas, alkohol, dan perokok aktif, paduan pengobatan TB-MDR (paduan jangka panjang, paduan individual, paduan tanpa bedaquiline), tidak menerima transportasi kontrol bulanan, menerima DOT (directly observed therapy) dari fasilitas kesehatan perifer, dan keterlambatan pelaporan kasus TB MDR. Sedangkan faktor yang menurunkan risiko efek samping adalah paduan pengobatan dengan bedaquiline, underweight dan menerima pasokan makanan
Analisa Status HIV sebagai salah satu faktor yang meningkatkan risiko kematian pada pasien TBC RO dengan pengobatan jangka pendek di Indonesia tahun 2020- 2022 Regina Loprang, Maria; Ronoatmodjo , Sudarto
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 9 (2025): COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v4i9.2816

Abstract

Tuberkulosis (TBC) Resisten Obat (RO) tetap menjadi tantangan besar di Indonesia, dengan tingkat mortalitas tinggi, terutama pada pasien dengan koinfeksi HIV. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan status HIV dengan risiko kematian pasien TBC RO yang menjalani pengobatan rejimen pendek (9 bulan) di Indonesia periode 2020-2022. Desain kohort retrospektif digunakan dengan data dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Analisis survival dilakukan untuk menghitung probabilitas survival kumulatif dan tingkat mortalitas. Hasil menunjukkan pasien HIV tanpa ART memiliki risiko kematian tertinggi (74,14%), diikuti HIV dengan ART (22,92%), dan HIV negatif (11,72%). Probabilitas survival kumulatif pada bulan ke-12 adalah 86,6% untuk HIV negatif, 71,78% untuk HIV dengan ART, dan hanya 7,22% untuk HIV tanpa ART. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya ART dalam menurunkan risiko kematian. Distribusi pasien didominasi oleh kelompok usia produktif dan laki-laki, dengan konsentrasi terbesar di Jawa dan Bali. Kesimpulannya, status HIV dan akses ART merupakan faktor signifikan dalam pengelolaan TBC RO. Upaya deteksi dini, peningkatan akses ART, dan penguatan layanan primer diperlukan untuk menekan angka kematian