Abstrak Tari Legong Tinut merupakan tari kreasi palegongan yang dikembangkan dari gerak tari legong dan kisah mitos awal mula Pura Peti Tenget, di Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Pemilihan mitos sebagai sumber kreatif mengantarkan proses kreatifnya pada kebaruan lakon dan kebaruan gerak yang terinspirasi dari tokoh dalam mitos serta jejak artefak yang ada di Pura Petitenget. Penciptaan Tari Legong Tinut mengacu pada rumusan masalah penciptaan: 1) bagaimana proses kreatif penciptaannya, 2) bagaimana wujud karyanya, 3) apa pesan yang disampaikan. Tujuan penciptaanya untuk memperkenalkan dan melestarikan mitos dalam bentuk karya seni tari kreasi palegongan dan mengayakan khasanah penciptaan tari legong kreasi di Bali. Metode penciptaan yang digunakan adalah angripta sasolahan dikemukakan oleh I Kt Suteja. Tahapannya meliputi ngerencana (merancang), nuasen (ritual awal), makalin (pemilahan gerak dan improvisasi), nelesin (merapikan), dan ngebah (pementasan perdana). Tema karya mengangkat kesetiaan dan ketaatan Bhuto Ijo terhadap janji tugasnya untuk menjaga peti pacanangan Dang Hyang Dwijendra. Tari ini dibawakan oleh tujuh orang penari putri dengan iringan tari gamelan semar pagulingan saih pitu. Karya berdurasi 13 menit dengan struktur: pangawit (penokohan Dang Hyang Dwijendra di tengah hutan), batel maya (penyerahan peti pecanangan), papeson (menggambarkan perawakan Bhuto Ijo, terinspirasi dari sikap togog Bhuto Ijo di Pura Petitenget), pangawak (menonjolkan keagungan Bhuto Ijo), pangecet (menggambarakan gerak-gerik kewaspadaan dan kedatangan masyarakat) dan pakaad (menggambarkan grubug yang disebabkan oleh kekuatan Bhuto Ijo dan pesan Dang Hyang Dwijendra untuk masyarakat Desa Adat Kerobokan). Terciptanya Tari Legong Tinut diharapkan kearifan lokal dan kesakralan lingkungan Pura Petitenget dapat terjaga dari generasi ke generasi. Kata Kunci: Legong Tinut, Kesetiaan, Bhuto Ijo