Perkembangan teknologi digital dan dinamika geopolitik global telah melahirkan ancaman baru berupa serangan siber dan perang hibrida yang menguji ketahanan nasional Indonesia. Ancaman ini tidak hanya bersifat militer, tetapi juga non-militer melalui kebocoran data, serangan ransomware, serta disinformasi politik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk tanggung jawab negara menurut UUD 1945 dalam menghadapi ancaman siber dan perang hibrida, sekaligus menilai kecukupan kerangka hukum nasional yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil kajian menunjukkan bahwa Pasal 30 UUD 1945 menegaskan negara sebagai aktor utama dalam menjamin pertahanan dan keamanan nasional, namun regulasi positif di Indonesia, seperti UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan UU ITE, masih lebih berorientasi pada ancaman konvensional. Hal ini menimbulkan celah hukum dalam menghadapi kompleksitas ancaman hibrida. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan kebijakan pertahanan siber nasional yang lebih adaptif, integratif, dan sesuai dengan dinamika ancaman kontemporer.