Dinamika Islam di Indonesia mengalami perubahan signifikan dari Orde Lama hingga Era Reformasi, mencerminkan perjalanan kompleks dalam konteks sosial-politik. Pada masa Orde Lama (1945-1966), umat Islam terlibat aktif dalam perdebatan ideologis mengenai dasar negara, meskipun mereka menghadapi marginalisasi politik yang signifikan. Partai-partai Islam dibatasi, dan banyak tokoh penting ditangkap, yang mengakibatkan terbatasnya ruang bagi suara Islam dalam politik. Selanjutnya, pada era Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Soeharto, pemerintah menerapkan strategi depolitikasi Islam untuk menjaga stabilitas politik, yang mengakibatkan kontrol ketat terhadap ekspresi keagamaan. Organisasi moderat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sering diabaikan, dan kebijakan seperti pelarangan hijab di sekolah-sekolah umum pada tahun 1980-an memicu pembentukan kelompok advokasi seperti Wahdah Islamiyah. Namun, setelah Reformasi 1998, umat Islam mendapatkan kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan mereka dan berpartisipasi dalam politik. Munculnya partai-partai politik Islam dan organisasi yang memperjuangkan penerapan syariat Islam mencerminkan perubahan paradigma menuju keterlibatan aktif dalam kebijakan publik. Meskipun demikian, era ini juga menyaksikan kebangkitan kelompok radikal yang memanfaatkan kebebasan baru untuk mempromosikan agenda ekstrem, yang menantang identitas nasional dan kohesi sosial. Oleh karena itu, penting untuk mengedepankan pendidikan multikultural guna membangun persatuan dan mengurangi konflik dalam masyarakat Indonesia yang beragam, serta menyeimbangkan antara konservatisme dan moderasi dalam pemikiran Islam.