Alih fungsi kawasan konservasi menjadi salah satu isu krusial dalam perlindungan lingkungan hidup di Indonesia, sebagaimana tercermin dalam kasus Eiger Adventure Land (EAL) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum lingkungan atas alih fungsi kawasan konservasi dengan menyoroti aspek legalitas perizinan dan efektivitas pengawasan pemerintah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan doktrinal, yang berfokus pada analisis peraturan perundang-undangan, dokumen perizinan, serta prinsip-prinsip hukum lingkungan yang berlaku, didukung studi literatur dan penelusuran data sekunder terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan proyek EAL dengan mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya dalam aspek perizinan dan pengelolaan dampak lingkungan. Pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dinilai belum optimal dalam mencegah terjadinya pelanggaran dan kerusakan lingkungan, sebagaimana tercermin dari lemahnya monitoring, evaluasi, dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha. Penelitian ini menyimpulkan bahwa efektivitas perlindungan kawasan konservasi sangat dipengaruhi oleh konsistensi implementasi regulasi, penguatan pengawasan, serta sinergi antara pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dalam menjaga keberlanjutan fungsi ekologis kawasan konservasi.