Kepastian hukum atas kepemilikan tanah merupakan salah satu pilar penting dalam menjamin perlindungan hak masyarakat. Dalam praktiknya, Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dijalankan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) masih menghadapi berbagai kendala, salah satunya keterlambatan penerbitan sertifikat tanah. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum, berkurangnya kepercayaan publik, hingga potensi sengketa pertanahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum BPN atas keterlambatan penerbitan sertifikat tanah dengan fokus pada pelaksanaan PTSL di Desa Huidu Utara Kabupaten Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menelaah ketentuan peraturan perundang-undangan, asas hukum, serta doktrin hukum administrasi negara, disertai data sekunder dari Kantor BPN Kabupaten Gorontalo periode 2022–2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi penerbitan sertifikat tanah mengalami penurunan signifikan: seluruh bidang terbit pada tahun 2022, hanya sebagian kecil pada tahun 2023, dan tidak ada satu pun sertifikat terbit pada tahun 2024. Fakta ini mencerminkan adanya maladministrasi yang melanggar asas kepastian hukum dan akuntabilitas pelayanan publik. Penelitian ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban BPN mencakup dimensi administratif melalui perbaikan prosedur, dimensi perdata melalui potensi ganti rugi atas kerugian masyarakat, serta dimensi moral-institusional melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, keterlambatan penerbitan sertifikat tanah bukan hanya persoalan teknis, melainkan persoalan hukum yang menuntut tanggung jawab negara, sekaligus menjadi dasar bagi perbaikan kebijakan pertanahan di Indonesia.