The development of urban areas often overlooks the sustainability of local ecosystems, particularly in providing space for biodiversity. The increasing conversion of land use, the scarcity of ecologically functional green open spaces, and the growing pressure on environmental quality have become significant challenges in architectural practice within densely populated cities like Jakarta. Specifically, the Penjaringan area is facing ecological stress due to intensive development, poor-quality green spaces, and the lack of ecological connectivity, which disrupts the natural cycles between vegetation and local fauna. This article addresses how to design a space that not only meets human activity needs but also rehabilitates and revives the ecological functions of the area through a Regenerative Approach. The main objective of this project is to create a conservation and ecological education center that functions as a habitat for pollinator insects while serving as an environmentally conscious tourism destination integrated with the local landscape and community. Through biomimicry design strategies and the use of modular dome structures, the project accommodates human needs such as education, research, and recreation, while also establishing ecological space for insects. The findings of this project include the formulation of a design scenario for sustainable coexistence between humans and pollinator species within an urban environment. Thus, this project offers a new approach to ecological architecture, that is not environmentally neutral but actively regenerates and educates. Keywords: Bees; biodiversity; habitat; pollinator; tourism Abstrak Perkembangan kawasan perkotaan sering kali mengabaikan keberlanjutan ekosistem lokal, terutama dalam penyediaan ruang bagi keanekaragaman hayati. Fenomena meningkatnya alih fungsi lahan, minimnya ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis, serta tekanan terhadap kualitas lingkungan telah menjadi tantangan besar dalam konteks arsitektur di wilayah perkotaan padat seperti Jakarta. Secara khusus, kawasan Penjaringan mengalami tekanan ekologis akibat intensitas pembangunan, rendahnya kualitas ruang hijau, serta minimnya konektivitas ekologis yang mengakibatkan terputusnya siklus alami antara vegetasi dan fauna lokal. Adapun isu pada artikel ini berfokus pada cara merancang suatu ruang yang tidak hanya memenuhi kebutuhan aktivitas manusia, namun juga mampu merehabilitasi dan menghidupkan kembali fungsi ekologis kawasan melalui Pendekatan Regeneratif. Tujuan utama proyek ini adalah menciptakan sebuah pusat konservasi dan edukasi ekologis yang berfungsi sebagai habitat serangga penyerbuk sekaligus destinasi wisata berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan lanskap dan komunitas lokal. Melalui strategi desain biomimikri dan penggunaan struktur dome modular, proyek ini tidak hanya mengakomodasi kebutuhan manusia seperti edukasi, penelitian, dan rekreasi, tetapi juga menciptakan ruang ekologis bagi serangga. Temuan dari proyek ini adalah perumusan skenario desain untuk kehidupan secara berdampingan antara manusia dan spesies penyerbuk di dalam kawasan perkotaan secara berkelanjutan. Dengan begitu, proyek ini menawarkan pendekatan baru dalam merancang arsitektur ekologis yang tidak bersifat netral terhadap lingkungan, melainkan aktif dalam meregenerasi, dan mengedukasi.