Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip pembuktian yang digunakan hakim dalam perkara sengketa harta waris pada putusan nomor 1294/Pdt.G/2016/PA.Mdn dan nomor 71/Pdt.G/2018/Pta.Mdn serta perspektif hukum progresif terhadap ditolaknya gugatan harta waris dalam putusan Nomor 710 K/Ag/2019. Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Bahan primer diperoleh dari produk pengadilan berupa putusan perkara sengketa harta waris di Pengadilan Agama Medan, Pengadilan Tinggi Agama Medan, dan Mahkamah Agung. Sedangkan bahan sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, dan literatur tentang pembuktian dalam sengketa harta waris. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa majelis hakim dalam proses pemeriksaan saksi dan pemeriksaan setempat telah melaksanakannya sesuai dengan hukum acara pembuktian. Meskipun alat bukti belum mencukupi syarat formil sebagai alat bukti yang cukup, tetapi tidak ada bukti lawan dari Tergugat yang melumpuhkan bukti Penggugat. Sehingga dapat dipertimbangkan kembali untuk menguatkan dalil-dalil gugatan Penggugat. Dengan demikian majelis hakim harus melihat secara aktif dari sisi progresivitas hukumnya untuk mencapai kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum. Putusan tingkat kasasi yang membatalkan putusan pada tingkat banding dan menolak seluruh gugatan penggugat sama sekali tidak menciptakan keadilan dan kemanfaatan. Mahkamah Agung sebagai judex juris seharusnya tetap menciptakan pengadilan yang progresif yang sarat dengan gereget yang memuat empati, determinasi, dan nurani yang diekspresikan dengan baik saat memeriksa kenyataan yang terjadi dengan mematahkan patokan yang ada (rule-breaking) sekaligus membentuk yang baru (rule-making).